REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum partai persatuan pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Romy bungkam usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Romy diperiksa terkait dugaan korupsi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada 2018.
Berdasarkan pantauan Selasa (22/3/2022), Romy menjalani pemeriksaan sekitar 1 jam 30 menit di dalam Gedung Merah Putih KPK. Mengenakan celana hitam yang dipadukan dengan kaus dan jaket putih, bekas anggota DPR RI itu masuk ke ruang pemeriksaan sekira pukul 10.30 wib.
Romy melenggang keluar lobi kantor lembaga antirasuah sekitar pukul 11.58 wib. Kendati demikian, dia enggan berkomentar terkait ihwal pemeriksaanya kali ini. Dia memilih untuk tidak mengonfirmasi pertanyaan yang dilontarkan awak media yang telah menunggunya.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sebelumnya mengatakan, Romy diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Keteranganya diperlukan guna melengkapi berkas perkara para tersangka dalam kasus ini.
Pemeriksaan terhadap Romy dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Namun, KPK belum mengungkapkan materi penyidikan yang dilakukan kepada mantan wakil ketua umum tim pemenangan Presiden Jokowi pada 2019 lalu itu.
Romy diperiksa berkenaan dengan perkara yang menjerat mantan kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. KPK sedang mengembangkan kasus yang menyangkut Yaya Purnomo.
Yaya telah divonis enam tahun dan enam bulan penjara karena terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait pembahasan DAK Khusus dan Dana Insentif Daerah (DID) di delapan kabupaten/kota. Namun, KPK masih belum membeberkan nama tersangka dalam pengembangan perkara ini. Ali mengatakan, pembeberan nama tersangka baru akan dilakukan saat penahanan dilakukan.
Sementara, Romy merupakan narapidana korupsi yang telah bebas pada 29 April 2020. Saat itu, Romy terbukti terlibat suap pengisian jabatan atau jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (kemenag).
Dia kemudian divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, hukuman itu kemudian dipangkas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 1 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.