REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR resmi membentuk panitia kerja terkait permasalahan pangan, terutama minyak goreng jelang Ramadhan. Mereka tak membentuk panitia khusus (Pansus) hak angket seperti yang diusulkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Panja untuk mendalami permasalahan minyak goreng, karena hal itu merupakan masalah yang harus diatasi oleh Menteri Perdagangan," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal saat dihubungi, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya, pembentukan pansus hak angket kelangkaan dan mahalnya minyak goreng belum perlu dilakukan saat ini. Apalagi menurutnya, pembentukannya justru dapat membuat kisruh di publik. "Bukan menolak, tetapi memandang belum perlu, nanti tambah kisruh," ujar anggota Fraksi Partai Gerindra ini.
Komisi VI, kata Hekal, mengaku kecewa dengan penjelasan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi terkait langka dan mahalnya minyak goreng. Pencabutan harga eceran tertinggi (HET) dan melepasnya sesuai mekanisme pasar juga dipertanyakan oleh pihaknya.
"Sangat memalukan bahwa setelah dibebaskan DMO (Domestic Market Obligation), DPO (Domestic Price Obligation), HET, dan PE (persetujuan ekspor), dalam kurang dari satu hari barang melimpah yang sebelumnya langka," ujar Hekal.
Sebelumnya, Fraksi PKS menilai kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng menjadi permasalahan yang menambah derita masyarakat. Fraksi PKS mengusulkan DPR untuk membentuk pansus hak angket kelangkaan dan kemahalan minyak goreng.
"Pada malam hari ini ingin menyatakan bahwa Fraksi PKS mengajak seluruh anggota fraksi lain, dimulai dari Fraksi PKS untuk mengusulkan dibentuknya pansus hak angket," ujar Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/3/2022).
Pembentukan Pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat. Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi".