REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Gulungan rotan terlihat menumpuk di salah satu sudut ruangan di Lapas Kelas II B Indramayu. Tak jauh dari tumpukan itu, sejumlah pekerja terlihat sedang menganyam rotan pada rangka kursi.
Para pekerja itu merupakan warga binaan Lapas Indramayu. Mereka terlihat tekun menganyam sebatang demi sebatang rotan pada rangka tersebut. Ada beberapa rangka kursi yang terlihat sedang dianyam. Beberapa di antaranya hampir rampung hingga terlihat jelas bentuk kursi rotan yang menawan.
Tak hanya kursi, adapula warga binaan yang mengerjakan pembuatan midle corner, sofa set maupun sunbed. Setiap pieces produk tersebut, dikerjakan oleh dua orang warga binaan. Mereka bekerja sama, menghasilkan produk yang rapih dan layak jual.
Kepala Lapas Kelas II B Indramayu, Beni Hidayat, menjelaskan, pembuatan mebel rotan oleh warga binaan di Lapas Indramayu itu telah dimulai sejak November 2021. Hal tersebut menjadi salah satu upaya pembinaan kepada warga binaan. Dalam program itu, pihak lapas bekerja sama dengan pihak ketiga.
"Produk mebel rotan yang dihasilkan warga binaan dari Lapas Indramayu kemudian diekspor ke Eropa, Timur Tengah, dan Jepang. Tapi kebanyakan ke Eropa," kata Beni, Selasa (22/3).
Beni mengatakan, produk mebel rotan yang dihasilkan warga binaan Lapas Indramayu selama ini berkualitas baik. Pihak ketiga yang melakukan quality control (QC) pun tak pernah me-reject.
Bahkan, jika ada produk yang dibuat pengrajin dari luar yang tidak memuaskan, maka pihak ketiga akan mengirimkannya ke Lapas Indramayu untuk dibongkar dan dikerjakan ulang oleh warga binaan.
"Dalam pengerjaan anyaman rotan itu, warga binaan selalu fokus. Jadi, hasilnya lebih maksimal," tutur Beni.
Saat ini, ada 18 orang warga binaan yang terlibat dalam usaha pembuatan mebel rotan. Jumlah itu telah mengalami penambahan dibandingkan saat awal dimulainya program tersebut.
Untuk bisa memiliki keterampilan menganyam rotan, para warga binaan sebelumnya mengikuti pelatihan yang diberikan pihak ketiga. Pelatihan diberikan selama satu bulan dan bersifat getok tular. Maksudnya, warga binaan yang sudah mahir akan mengajarkan ilmu tersebut kepada temannya.
"Dalam pembuatan produk itu sengaja saya bagi tim, tidak dibagi rata. Jadi semakin rajin warga binaan, maka akan semakin banyak produk yang mereka buat dan makin banyak pula uang yang mereka peroleh," kata Beni.
Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Lapas Kelas IIB Indramayu, Ade Yosman, menerangkan, dalam proses pembuatan mebel rotan itu, pihak ketiga mengirimkan barang setengah jadi dalam bentuk rangka produk. Pengiriman dilakukan seminggu sekali sebanyak sepuluh unit atau 40 unit per bulan.
Setelah menerima rangka produk, warga binaan akan menganyam rotannya hingga menjadi produk jadi. Setelah itu, pihak ketiga akan datang untuk melakukan QC dan mengambil produk jadi, untuk selanjutnya dikirimkan ke perusahaan yang ada di Cirebon.
Dari perusahaan itulah produk mebel rotan tersebut diekspor. "Produk mebel rotan dari lapas ini memang pangsa pasarnya untuk ekspor. Permintaan dari luar negeri selama ini pun tinggi," kata Ade.
Ade mengatakan, dari pembuatan mebel rotan itu, warga binaan akan memperoleh penghasilan. Dari penghasilan itu, setengahnya akan ditabung dan setengah laginya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Jadi walau di dalam lapas, mereka tetap bisa memperoleh penghasilan," kata Ade.
Sementara itu, salah seorang warga binaan, Kurniawan (35 tahun), mengaku, sangat antusias mengikuti kegiatan pembuatan mebel rotan. Dia mengikutinya sejak program itu pertama dimulai pada 2021.
"Senang, ada aktivitas, tidak jenuh. Apalagi bisa dapat penghasilan untuk keluarga," tutur warga binaan asal Kabupaten Indramayu itu.
Kurniawan akan segera bebas dari lapas bulan depan. Dia sudah bertekad untuk memulai hidup baru dan membuka usaha serupa di rumahnya.