Rabu 23 Mar 2022 14:21 WIB

1.204 Penduduk Donetsk dan Luhansk Dapatkan Suaka Sementara di Rusia

Sebagian besar dari mereka yang memperoleh suaka sementara tinggal di wilayah Penza.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Penduduk lokal membawa air dari gudang makanan, di wilayah yang berada di bawah kendali Pemerintah Republik Rakyat Donetsk, di pinggiran Mariupol, Ukraina, Jumat (18/3/2022).
Foto: AP Photo/Alexei Alexandrov
Penduduk lokal membawa air dari gudang makanan, di wilayah yang berada di bawah kendali Pemerintah Republik Rakyat Donetsk, di pinggiran Mariupol, Ukraina, Jumat (18/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Lebih dari 1.200 penduduk Donetsk dan Luhansk diberikan suaka sementara di Rusia pada bulan lalu. Kementerian Dalam Negeri Rusia mengatakan, antara 18 Februari dan 16 Maret 2022, sebanyak 1.515 warga Donetsk, Luhansk, dan Ukraina mengajukan permintaan suaka sementara di wilayah Federasi Rusia. 

"Suaka sementara diberikan kepada 1.204 orang," kata seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Rusia, dilansir TASS, Rabu (23/3/2022).

Baca Juga

Sebagian besar dari mereka yang memperoleh suaka sementara tinggal di wilayah Penza Rusia Barat yaitu 149 orang, dan di wilayah Rusia Tengah, Nizhny Novgorod sebanyak 130 orang. Sementara di wilayah Lipetsk terdapat 91 orang, dan wilayah Ryazan sebanyak 85 orang.

Pada 18 Februari, Kepala Republik Rakyat Donetsk, Leonid Pasechnik dan Kepala Republik Rakyat Luhansk, Denis Pushilin, mengumumkan evakuasi penduduknya ke Rusia, khususnya ke wilayah Rostov karena meningkatnya ancaman permusuhan. Pada 21 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kedaulatan Donetsk dan Luhansk. Perjanjian selanjutnya tentang persahabatan, kerja sama, dan bantuan timbal balik ditandatangani dengan para pemimpin masing-masing wilayah.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, operasi militer khusus yang diluncurkan pada 24 Februari merupakan tanggapan atas permintaan dari kepala republik Donbass. Putin menekankan bahwa, Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina. Putin menegaskan, tujuan dari operasi militer tersebut adalah demiliterisasi dan denazifikasi di Ukraina. 

Operasi militer Rusia di Ukraina menuai kecaman internasional. Amerika Serikat (AS), negara Barat, dan beberapa sekutu menjatuhkan sanksi yang memukul ekonomi Rusia. Presiden AS Joe Biden dijadwalkan melakukan kunjungan ke Eropa untuk menghadiri pertemuan darurat NATO. Rencananya, Biden akan menjatuhkan sanksi tambahan kepada Rusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement