Rabu 23 Mar 2022 15:52 WIB

AIPI: Kebijakan Perlu Dibuat Berdasarkan Sains

AIPI mengingatkan, kebijakan akan punya dasar kuat ketika berbasis sains.

Petugas menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di SD Negeri 25 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta, Rabu (23/3/2022). Pemerintah berencana menjadikan vaksin booster Covid-19 sebagai syarat perjalanan mudik pada libur Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah, sebagai pengganti ditiadakannya hasil pemeriksaan Covid-19 untuk syarat perjalanan domestik. AIPI mengingatkan ketidakpahaman mengenai sains dan literasi sains yang rendah mengakibatkan sains dianggap tidak ada manfaatnya sehingga tidak punya kekuatan dalam membuat kebijakan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di SD Negeri 25 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta, Rabu (23/3/2022). Pemerintah berencana menjadikan vaksin booster Covid-19 sebagai syarat perjalanan mudik pada libur Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah, sebagai pengganti ditiadakannya hasil pemeriksaan Covid-19 untuk syarat perjalanan domestik. AIPI mengingatkan ketidakpahaman mengenai sains dan literasi sains yang rendah mengakibatkan sains dianggap tidak ada manfaatnya sehingga tidak punya kekuatan dalam membuat kebijakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyampaikan bahwa kebijakan harus dibuat berdasarkan sains. Ia menyebut, embuat kebijakan perlu menggunakan berbagai macam sumber sains agar aturan yang dikeluarkan memiliki kekuatan.

"Dalam membuat kebijakan perlu menggunakan berbagai macam sumber, baik bersifat ilmiah maupun yang mempertimbangkan aspek demografi karena rakyatlah yang menjalankan kebijakan," ujar Satryo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (23/3/2022).

Baca Juga

Menurut Satryo, perlu intervensi mengenai kesadaran akan pentingnya sains. Kemudian, setelah sains dianggap penting, perlu ada intervensi agar masyarakat paham tentang literasi ilmiah. Satryo menjelaskan, intervensi bukan hanya untuk masyarakat umum, tapi justru untuk para pemimpin, pembuat kebijakan.

"Ketidakpahaman mengenai sains dan literasi sains yang rendah mengakibatkan sains dianggap tidak ada manfaatnya sehingga tidak punya kekuatan dalam membuat kebijakan," tuturnya dalam webinar bertema "Pelibatan Pemerintah Indonesia dan Komunitas dalam Knowledge to Policy selama Pandemi".

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement