REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, status pandemi dari Covid-19 pasti akan berubah menjadi endemi. Adapun perubahan status tersebut akan diputuskan Presiden Joko Widodo dengan mempertimbangkan indikator dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Pasti Presiden akan mempertimbangkan masukkan dari WHO, kan WHO bukan badan yang memiliki otoritas di masing-masing negara. Dia bisa nanti opini dari mereka, yang mengambil keputusan tetap kita," ujar Budi di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Terdapat tiga inidikator dari WHO agar status pandemi menjadi endemi, yakni tingkat konfirmasi kasus Covid-19 adalah 20 per 100 ribu penduduk dan tingkat keterisian rumah sakit sebesar lima per 100 ribu penduduk. Terakhir, tingkat kematian satu per 100 ribu penduduk.
"Kalau itu kita bisa jaga indikator itu di bawah level satu ditambah vaksinasi 70 persen dari populasi lengkap dua dosis, ditambah reproduction rate di bawah 1 (persen) selama enam bulan," ujar Budi.
Kalau usulan kami dari kesehatan itu bisa menjadi pertimbangan indikator untuk bapak presiden untuk mengambil keputusan masuk ke masa transisi. Dalam rapat kerja dengan Budi, anggota Komisi IX DPR Putih Sari mengatakan, pemerintah tetap perlu berhati-hati ketika Covid-19 berubah statusnya menjadi endemi. Pasalnya, banyak pula penyakit berstatus endemi yang tetap menimbulkan banyak korban jiwa.
"Jadi kewaspadaan dan kehati-hatian menggunakan status endemi ini mohon bisa dikawal ke depannya. Jangan terburu-buru, tapi bukan berarti juga menjadi memperpanjang situasi pandemi ini," ujar Putih.
Ia mencontohkan, sejumlah penyakit yang saat ini sudah menjadi pandemi, yakni demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan tuberkulosis. Namun, ketiga penyakit tersebut masih menjadi penyebab meninggalnya manusia. "Kita juga harus belajar banyak penyakit betul dengan status endemi saja masih tetap menyumbangkan kesakitan dan kematian yang tinggi," ujar Putih.