REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun ini akan mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PTLD) dengan PLTS dan pembangkit EBT.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan dengan mengkonversi PLTD ini maka per tahun PLN akan menghemat impor minyak BBM sebanyak 67 ribu KL. Dengan mengganti PLTD dengan pembangkit EBT juga bisa menekan emisi gas buang.
"Program dedieselisasi ini bisa menghemat 67 ribu kiloliter BBM. Selain itu, pengurangan emisi yang dicapai bisa mencapai 0,3 juta metrik ton CO2 dan meningkatkan 0,15 persen bauran energi," ujar Darmawan dalam Energy Transition Working Group (ETWG), di Yogyakarta, Rabu (23/3).
Darmawan menjelaskan PLN akan menjalankan konversi PLTD ini dengan 3 skema. Pertama, mengganti 250 MW PLTD ke pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai. Nantinya, PLTD ini akan diganti menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. PLN mendorong para peserta bisa meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.
"Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW. Sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.
Dalam tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik. Selain itu, skema ke tiga adalah PLN akan mengintegrasi sistem yang sebelumnya ditopang oleh PLTD ke dalam sistem kelistrikan utama PLN.
Darmawan juga menjelaskan proyek ini targetnya akan rampung pada 2026 mendatang. "Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW. Sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.
Tak hanya konversi PLTD ke PLTS dan baterai, PLN juga telah bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk untuk melakukan konversi 33 PLTD menjadi berbasis gas, khususnya di wilayah terpencil.
"Beberapa PLTD yang tahun ini juga digarap bersama PGN mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini menyasar daerah terpencil," ujar Darmawan.
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran perusahaan (RKAP) PLN 2022, bauran energi dari pembangkit gas di akhir tahun direncanakan menjadi sebesar 18,76 persen dari 18,1 persen pada Februari 2022. Penambahan ini masuk dari program dedieselisasi PLTD yang saat ini masih mendominasi di wilayah Nusa Tenggara dengan porsi 65 persen, serta Maluku dan Papua dengan porsi 85,9 persen.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menegaskan program dedieselisasi ini menjadi program kunci dalam peta jalan yang telah disusun oleh Kementerian ESDM untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mencapai target Net Zero Emission 2060.
"Program dedieselisasi ini menjadi langkah kecil dari PLN, tetapi akan menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju NZE 2060," ujar Arifin dalam kesempatan yang sama.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, Pahala N. Mansyuri juga menilai program dedieselisasi sangat penting untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia harus mampu meningkatkan suplai energi dengan tetap memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan.
"Bagaimana kita harus tetap melanjutkan pertumbuhan secara berkelanjutan. Dedieselisasi akan menunjukkan bagaimana Indonesia mampu meningkatkan kapabiltas energi nasional secara berkelanjutan," tutur Pahala.