REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen yang akan berlaku pada April 2022 sebagai upaya menata kembali pendapatan negara dari perpajakan. Hal ini mengingat selama pandemi Covid-19 berlangsung anggaran pendapatan belanja negara (APBN) telah bekerja keras untuk menjaga perekonomian nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan uang pajak yang dikumpulkan dari PPN akan diputar lagi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih luas. Tak hanya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, jalan layang, bendungan dan lainnya juga untuk menggaji aparatur sipil negara (ASN) seperti TNI, Polri dan lainnya.
"Jadi ini menata pondasi pajak kita, walau ini dari PPN yang diambil dari (transaksi jual-beli) barang dan jasa. Jadi jangan bilang, karena saya tidak memakai jalan tol jadi tidak bayar pajak, karena tidak merasakan manfaat dari pajak jadi tidak mau membayar pajak," ujarnya saat webinar, Rabu (23/3/2022).
Menurutnya uang pajak juga digunakan kembali subsidi bahan bakar minyak, gas elpiji, listrik dan lain-lain. Adapun secara keseluruhan hal tersebut bisa langsung dimanfaatkan rasanya tanpa pandang bulu.
"Ini bukti kalau negara hadir dalam beberapa cara dan melihat kebijakan ini untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," ucapnya.
Dari sisi lain, Sri Mulyani mendengar banyak keluhan dari wajib pajak terkait pengurusan pajak, sehingga pajak disegani dan dihindari masyarakat karena konsepnya yang rumit dan sulit dipahami kalangan awam.
"Pajak itu seringkali dikeluhkan ruwet dan rumit," ucapnya.
Dari berbagai keluhan tersebut, Sri minta para pegawai khususnya mereka yang ada di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan dapat berinovasi untuk memberikan penjelasan yang paling sederhana dan mudah dimengerti masyarakat awam.
Dia mendorong agar para petugas pajak memanfaatkan teknologi dan sosial media untuk memberikan edukasi dan publikasi yang mudah dipahami. "Hal-hal yang simpel buat orang pajak itu memang bisa dimengerti, tapi tidak buat masyarakat, butuh kreativitas dan inovasi dan teknologi," kata dia.
Sri Mulyani meminta edukasi dan sosialisasi dilakukan dengan cara yang sederhana seperti membuat simulasi penghitungan pajak orang pribadi yang sederhana. Adapun tujuannya agar masyarakat awam bisa paham dan tidak lagi takut atau merasa malas bila membahas tentang pajak.
"Saya minta teman-teman pajak ini disederhanakan. Jangan asumsi orang awam mudah paham. Apalagi masyarakat awam ini dikasih pasal, ini gak bunyi aja. ini yang harus diterjemahkan," katanya.
Maka itu, Sri Mulyani meminta DJP membumikan berbagai informasi terkait pajak dalam rangka menggaet lebih banyak generasi muda untuk berkontribusi. “Ini yang harus terus menerus bagi Kemenkeu, DJP membumikan, memudahkan, dan menciptakan konsep yang tidak rumit,” katanya.
Hal tersebut harus dilakukan karena sebenarnya saat ini banyak generasi muda yang memiliki ide dapat berkontribusi bagi pembangunan negara melalui pajak. Dari sisi lain, ide-ide itu tidak tersalurkan karena generasi menganggap aspek-aspek terkait pajak sangat rumit dan menakutkan.
“Tugas kita adalah untuk menyampaikan kepada mereka yang belum tahu dan membutuhkan bimbingan. Ini sangat penting buat kita untuk reaching out terutama ke generasi muda,” tegasnya.
Cara itu salah satunya, kata Sri Mulyani, melalui adopsi teknologi digital untuk mengatasi persepsi masyarakat yang selama ini kurang benar sehingga mereka enggan dan takut memenuhi kewajiban pajaknya. Adopsi teknologi digital juga dilakukan untuk mengatasi masalah teknis termasuk dalam menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan yang dianggap rumit oleh masyarakat.
“Hal-hal yang tampak sederhana, kadang teman di pajak itu menganggap ‘kayak gitu aja enggak ngerti’ ya memang tidak mengerti jadi harus dibuat mengerti,” ucapnya.