Rabu 23 Mar 2022 21:58 WIB

Transformasi Digital Dinilai Kian Penting Bagi Pelayanan Kesehatan Indonesia

Pelayanan terhadap pasien non-Covid-19 tak boleh terabaikan.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Tenaga kesehatan (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Tenaga kesehatan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan secara mendalam kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Ketidaksiapan kebijakan dan fasilitas kesehatan di awal pandemi membuka problematika ketidakterjangkauan, ketimpangan, maupun resiliensi layanan kesehatan yang ada bahkan sebelum pandemi, terutama bagi kelompok masyarakat rentan secara ekonomi dan sosial. Seperti, penyandang disabilitas fisik dan mental, masyarakat miskin, penduduk daerah 3T, dan kalangan masyarakat lanjut usia.   

Dengan meningkatnya kebutuhan prioritas penanganan Covid-19, maka layanan mendasar, seperti layanan kesehatan ibu dan anak pun juga menjadi rentan bila tidak diprioritaskan dalam keadaan genting ini. Jika tidak ada perbaikan secara fundamental, maka layanan mendasar non-Covid-19 lainnya justru juga dapat terpinggirkan seperti layanan-layanan kesehatan yang sebelumnya sudah kurang terjangkau.

Baca Juga

“Kemenkes tengah menyiapkan roadmap atau enam strategi transformasi kesehatan. Yang pertama terkait layanan primer, di mana pelayanan bersifat promotif dan preventif. Kedua, transformasi layanan sekunder yaitu rujukan rumah sakit. Ketiga, terkait aturan dalam pembiayaan kesehatan, mengingat tren dari segi usia semakin berubah dengan meningkatnya usia muda daripada usia lansia," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi dalam webinar berkonsep Ruang Bincang dengan tema “Peningkatan Kualitas, Inklusivitas, dan Resiliensi Layanan Kesehatan Indonesia”, Rabu (23/3/2022).

"Lalu terkait transformasi sumber daya manusia (SDM) dimana fokusnya peningkatan kualitas dan pemerataan jumlah nakes di daerah. Terakhir ialah transformasi teknologi kesehatan yang dibagi menjadi dua yaitu transformasi informasi kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan,” kata Kartini menambahkan.

Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM), M. Faozi Kurniawan, memaparkan kualitas penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional bagi kelompok masyarakat miskin dan marginal serta bagaimana mendorong perubahan struktural untuk meningkatkan jangkauan layanan yang lebih inklusif dan merata. 

“Diperlukan penelitian, kajian, diskusi publik, hingga publikasi jaminan Kesehatan nasional (JKN) dan Sistem Kesehatan yang secara berkala dan dalam ruang lingkup nasional-provinsi-kabupaten/kota. Hal ini perlu dilakukan untuk melakukan kualitas kontrol dan mengukur dampak JKN dan Sistem Kesehatan," ujar Faozi.  

Sementara itu, peneliti Article 33 Indonesia, Yusuf Faisal Martak, menjelaskan bagaimana pandemi berdampak terhadap mobilitas dan aksesibilitas bagi layanan kesehatan penyandang disabilitas sebagai layanan rujukan.

“Keberadaan tenaga kesehatan yang tidak merata, belum ada standard operating procedure (SOP) pelayanan kesehatan disabilitas pada masa pandemi dan tidak tersedianya data valid terkait jumlah penyandang disabilitas adalah permasalahan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas di masa pandemi ini,” kata Yusuf menjelaskan.

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif, SurveyMETER, Ni Wayan Suriastini, memaparkan status layanan kesehatan lansia pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) terutama di daerah dengan tingkat demografi lansia yang tinggi dan penyebab kurang diprioritaskannya layanan kesehatan lansia. 

Ni Wayan menjelaskan, jenis pelayanan skrining seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 belum semua diberikan oleh Puskesmas, misalnya Instrumental Activities of Daily Living (IADL) baru dilakukan 28%. “Hal ini menyoroti permasalahan di level Puskesmas di mana program lansia masih termasuk program pengembangan bukan program esensial, jadi dalam pelaksanaannya menjadi tidak maksimal,” ujar Ni Wayan. 

Webinar yang diselenggarakan Knowledge Sector Initiative (KSI) ini merupakan Ruang Bincang ke-tujuh dari rangkaian Konferensi Knowledge-to-Policy (K2P) yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan penutupan KSI untuk menampilkan produk pengetahuan dan pencapaian mitra KSI. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement