REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD Kalimantan Timur Hasanuddin mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dia mempersoalkan Pasal 112 ayat (4) mengenai ketentuan ketua dan wakil ketua DPRD Provinsi diresmikan dengan keputusan menteri.
Anggota dari Fraksi Golkar itu mendalilkan adanya kerugian faktual dan potensial. Pemohon belum diresmikan sebagai ketua DPRD Kalimantan Timur oleh menteri dalam negeri (mendagri) hingga saat ini untuk menggantikan Ketua DPRD Kalimantan Timur atas nama H Makmur.
Pemohon menilai adanya ketidakpastian hukum. Dia mengatakan, Ketua DPRD Kalimantan Timur atas nama H Makmur untuk periode 2019-2024 telah diberhentikan oleh Keputusan Ketua Umum dan Sekjen DPP Golkar No B-600/Golkar/VI/2021 atas Pergantian Antarwaktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur tertanggal 16 Juni 2021. Selain itu ada Surat Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur No 36 Tahun 2021 tertanggal 2 November 2021, Surat DPRD Provinsi Kalimantan Timur No 160/II.I-1407/Set-DPRD yang ditujukan kepada mendagri melalui gubernur Kalimantan Timur tertanggal 16 November 2021 tentang Usul Penggantian Ketua dan Penetapan Calon Pengganti Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur sisa masa jabatan 2019-2024.
"Legitimasi pemohon untuk menjadi ketua DPRD Kalimantan Timur nampaknya diabaikan oleh H Makmur yang masih menduduki jabaran Ketua DPRD Kalimantan Timur, masih mengatasnamakan dirinya sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur, serta masih menandatangani berbagai surat DPRD untuk bermacam agenda kegiatan dan sebagainya," jelas kuasa hukum pemohon Ilhamsyah dalam persidangan di MK, Rabu (23/3/2022).
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 112 ayat (4) UU 23/2014 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “diresmikan dengan Keputusan Menteri” tidak dimaknai “Keputusan meresmikan yang didasarkan pada kewenangan terikat menteri dan bersifat deklaratif dengan mewajibkan menindaklanjuti proses administratif terhadap keputusan hak istimewa partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD Provinsi hasil dari perolehan suara pemilu dalam menentukan pimpinan DPRD Provinsi”.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan pemohon agar melihat Peraturan MK (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 terkait sistematika permohonan pengujian undang-undang. Dia mengingatkan pemohon untuk menguji norma, tidak hanya menguraikan kasus konkretnya saja.
"Karena merupakan kasus konkret dan Saudara sudah menguraikan syarat kerugian konstitusional, maka ini yang sebenarnya yang harus Saudara kemukakan, karena Saudara sedang menguji norma. MK tidak pernah menyelesaikan kasus konkret tapi menguji norma," jelas Enny.
Kemudian, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai masih belum melihat adanya penjelasan pada norma yang diuji terkait persetujuan atau tidaknya dari mendagri mengenai peresmian pemohon sebagai ketua DPRD Kalimantan Timur. Termasuk juga bukti-buktinya terkait mendagri bisa menyetujui atau tidak.
"Kami belum mendapat gambaran yang jelas soal persetujuan atau tidaknya dari Menteri Dalam Negeri," kata Suhartoyo.