PM Australia Keberatan Putin Hadir di KTT G-20
Rep: Dwina Agustin/ Red: Fernan Rahadi
Presiden Rusia Vladimir Putin. | Foto: Sergei Chirikov/Pool Photo via AP
REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada Kamis (24/3) mengatakan, telah menyuarakan keprihatinan tentang rencana Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghadiri G-20 berikutnya di Indonesia tahun ini. Kemungkinan kehadiran Putin pun mendapatkan beragam tanggapan dari banyak pihak.
"Gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin, yang Amerika Serikat sudah dalam posisi menyerukan (untuk) kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh," kata Morrison.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva sehari sebelumnya mengatakan Putin bermaksud untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20. Dia menolak saran dari beberapa anggota G-20 bahwa Rusia dapat dilarang dari pertemuan-pertemuan kelompok tersebut.
"Itu akan tergantung pada banyak, banyak hal, termasuk situasi Covid, yang semakin baik. Sejauh ini, niatnya adalah ... dia ingin," kata Vorobieva.
Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya sedang menilai apakah Rusia harus tetap berada dalam kelompok ekonomi utama setelah menginvasi Ukraina. Namun, setiap langkah untuk mengucilkan Rusia mungkin akan diveto oleh negara lain dalam kelompok itu.
Saat ditanya tentang saran Rusia dapat dikeluarkan dari G20, Vorobieva mengatakan, itu adalah forum untuk membahas masalah ekonomi dan bukan krisis seperti Ukraina. "Tentu saja pengusiran Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu menyelesaikan masalah ekonomi ini. Sebaliknya, tanpa Rusia akan sulit untuk melakukannya," katanya.
Cina pun membela Rusia dalam keanggotaan G20. Beijing menyatakan Moskow merupakan anggota penting bagi G20. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengatakan G20 adalah kelompok yang perlu menemukan jawaban atas isu-isu kritis, seperti pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
"Tidak ada anggota yang memiliki hak untuk memberhentikan negara lain sebagai anggota. G20 harus menerapkan multilateralisme yang nyata, memperkuat persatuan dan kerja sama," kata Wang.
Polandia mengatakan telah menyarankan kepada pejabat perdagangan AS untuk menggantikan Rusia dalam kelompok G20 dan bahwa saran tersebut telah menerima tanggapan positif. Sedangkan Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, anggota G20 harus memutuskan tetapi masalah itu bukan prioritas sekarang.
"Ketika sampai pada pertanyaan tentang bagaimana melanjutkan dengan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dan G20, sangat penting untuk mendiskusikan pertanyaan ini dengan negara-negara yang terlibat dan tidak memutuskan secara individual," kata Scholz.
"Cukup jelas bahwa kami sibuk dengan hal lain selain berkumpul dalam pertemuan semacam itu. Kami sangat membutuhkan gencatan senjata," ujarnya.
Partisipasi Rusia dalam G20 akan dibahas pada Kamis (24/3), ketika Presiden AS Joe Biden bertemu sekutu di Brussel. "Kami percaya bahwa itu tidak bisa menjadi bisnis seperti biasa bagi Rusia di lembaga-lembaga internasional dan di komunitas internasional," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
Sebuah sumber Uni Eropa secara terpisah mengkonfirmasi diskusi tentang status Rusia pada pertemuan G20. "Sudah sangat jelas bagi Indonesia bahwa kehadiran Rusia pada pertemuan tingkat menteri yang akan datang akan sangat bermasalah bagi negara-negara Eropa," kata sumber tersebut.