REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sebanyak 50 anggota House of Representatives Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat telah meminta Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken untuk mencegah Israel mengusir paksa 38 keluarga Palestina dan menghancurkan desa Al-Walaja di Tepi Barat. Menurut mereka, tindakan Israel tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut AS.
“Penghancuran dan pemindahan komunitas ini akan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh AS dan Israel, sementara selanjutnya merusak keamanan jangka panjang Israel, martabat Palestina, dan prospek perdamaian,” demikian bunyi pernyataan bersama dari ke-50 anggota House of Representatives AS, dikutip laman Middle East Monitor, Rabu (23/3/2022).
Mereka mendesak pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk bekerja dengan Israel guna memajukan rencana pembangunan yang adil dan secara resmi mengesahkan rumah yang ada. Selain itu mereka meminta agar ada layanan kota yang memadai dan memungkinkan pembangunan perumahan dan desa lainnya yang diperlukan.
Tanah Al-Walaja mencakup hampir 18 ribu dunam atau setara 1.800 hektare sebelum Israel berdiri pada 1948. Pada 1949, sebagai bagian dari gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan Yordania, penduduknya meninggalkan desa tersebut. Menurut organisasi hak asasi manusia (HAM) asal Israel, B’Tselem, sebagian penduduk Al-Walaja pindah ke wilayah timur. Di sana, mereka mendirikan Al-Walaja “baru” di tanah yang mencakup sekitar 6.000 dunam atau setara 600 hektare di sisi Jalur Hijau Tepi Barat.
Pada 1967, setelah Tepi Barat diduduki, Israel mencaplok sekitar sepertiga dari wilayah Al-Walaja untuk berada dalam batas kota Yerusalem. Sekitar separuh dari 6.000 dunam yang dimiliki penduduk Al-Walaja setelah 1949, dieksploitasi oleh Israel untuk tujuannya sendiri sejak tahun 1970-an. Beberapa diambil alih untuk membangun Gilo, sebuah blok pemukiman ilegal di Yerusalem. Lainnya disita atas perintah militer untuk membangun pemukiman Har Gilo.
"Kota Yerusalem tidak pernah memberikan layanan pemerintah daerah ke bagian Al-Walaja yang dianeksasi ke wilayahnya, dan menolak untuk menyetujui rencana induk untuk itu. Karena tidak punya pilihan lain, selama bertahun-tahun, warga membangun rumah tanpa izin,” kata B’Tselem.