Kamis 24 Mar 2022 18:06 WIB

Mengapa Nabi Muhammad SAW Sering Menyendiri di Gua Hira? 

Di Gua Hira Nabi Muhammad mendapat wahyu.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Mengapa Nabi Muhammad SAW Sering Menyendiri di Gua Hira? . Foto:   Peziarah bermunajat di Gua Hira, Jabal Nur (Bukit Cahaya), Makkah Al Mukarramah, Arab Saudi, Sabtu (4/5/2019) dini hari.
Foto: Antara/Aji Styawan
Mengapa Nabi Muhammad SAW Sering Menyendiri di Gua Hira? . Foto: Peziarah bermunajat di Gua Hira, Jabal Nur (Bukit Cahaya), Makkah Al Mukarramah, Arab Saudi, Sabtu (4/5/2019) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada masa Nabi menjauhkan diri dari keramaian, mereka bermuhasabah, berkhalwat, dan berdoa kepada Allah SWT dalam pengasingan. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW pun cenderung menjauhkan diri di gua suci, Gua Hira. 

Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad menjelaskan, di puncak Gunung Hira sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah terletak sebuah gua yang baik sekali untuk tempat menyendiri dan tahannuf (berasal dari kata hanif yang berarti cenderung kepada kebenaran). Sepanjang bulan Ramadhan setiap tahunnya, Nabi pergi ke sana untuk berdiam diri di Gua Hira. 

Baca Juga

Cukup dengan hanya berbekal sedikit yang dibawanya, Nabi Muhammad SAW tekun dalam perenungan dan peribadahan. Jauh dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari kebenaran dan hanya kebenaran semata. 

Demikian kuatnya beliau merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga ia lupa akan dirinya. Beliau hampir-hampir lupa makan, dan lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihat beliau dalam kehidupan manusia sekitarnya bukanlah kebenaran. Di situlah ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. 

Masalah-masalah dalam merengkuh spiritualitas itu kian terlintas di benak Nabi Muhammad SAW selama ia mengasingkan diri dan bertekun di Gua Hira. Beliau semakin ingin melihat kebenaran iitu dan melihat kehidupan yang benar. 

Bilamana bulan Ramadhan telah berlalu, beliau kembali kepada Sayyidah Khadijah. Pengaruh pikiran yang masih membekas padanya membuat Sayyidah Khadijah kerap menanyakan Nabi, sebab beliau pun ingin hatinya lega mengenai kondisi Rasulullah SAW. 

Dalam melakukan ibadah elama ber-tahannuf itu adalah Rasulullah menganut suatu syariat tertentu? Dalam hal ini para ulama berpandangan berbeda. Ada yang menyebut bahwa Rasulullah melakukan ibadah dengan syariat Nabi Nuh, ada yang mengatakan syariat Nabi Ibrahim, ada juga yang mengatakan menggunakan syariat Nabi Musa AS dan Nabi Isa. 

Namun demikian ada pula ulama yang menyebutkan bahwa selama melakukan peribadahan di Gua Hira, Rasulullah SAW menggunakan syariat peribadahan yang diamalkannya. Barangkali, menurut Husain Haekal, pendapat yang terakhir inilah yang lebih tepat daripada yang sebelumnya. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement