Kamis 24 Mar 2022 18:49 WIB

Ikadi: Dakwah Disesuaikan Kebutuhan Masyarakat

Dakwah yang disampaikan dituntut rahmatan lil alamin.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Ketua  Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi)Prof Dr  KH  Achmad Satori Ismail.
Foto: Dok STEI SEBI
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi)Prof Dr KH Achmad Satori Ismail.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Prof. Dr. KH. Achmad Satori Ismail, menyebut dakwah yang dilakukan oleh dai disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dakwah dilakukan dengan lembut, penuh kasih sayang dan menyampaikan Islam rahmatan lil alamin.

Hal ini ia sampaikan dalam rangka menanggapi Surat Edaran (SE) dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjelang Ramadhan. Dalam salah satu poinnya, KPI menekankan agar mengutamakan penggunaan pendakwah/dai yang kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia.

Baca Juga

"Ini adalah hak dari KPI untuk masalah penayangan di Indonesia. Tujuannya untuk kebaikan. Yang dimaksud dengan organisasi terlarang ini apa saja, itu sebaiknya langsung saja disampaikan siapa. Saya khawatir ada organisasi lain yang diam saja, namun merasa takut," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (24/3/2022).

Ia lantas menyebut dakwah yang disampaikan kepada umat atau masyarakat memang dituntut untuk lembut, penuh kasih sayang dan menyampaikan Islam yang rahmatan lil alamin.

Menurutnya, selama topik yang dibahas menghindari masalah khilafiyah, politik praktis dan ujaran kebencian atau SARA, maka biasanya materi atau konten yang dibawakan oleh para pendakwah sifatnya biasa saja.

"Aturan ini umum ada di setiap organisasi, mereka punya patokan sendiri. Kalau yang saya lihat, semua dai itu baik, kecuali sudah membahas politik praktis," lanjutnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement