Kamis 24 Mar 2022 19:28 WIB

Draf RUU Sisdiknas Hapus Penyebutan Madrasah

Padahal, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas. Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara Arifin Junaidi mengatakan, alih-alih memperkuat integrasi sekolah dengan madrasah, draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menghapus penyebutan madrasah.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas. Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara Arifin Junaidi mengatakan, alih-alih memperkuat integrasi sekolah dengan madrasah, draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menghapus penyebutan madrasah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara Arifin Junaidi mengatakan, alih-alih memperkuat integrasi sekolah dengan madrasah, draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menghapus penyebutan madrasah. Padahal, menurut dia, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. 

"Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah," ujar Arifin dalam siaran pers bersama Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Kamis (24/3/2022). 

Baca Juga

Dia menuturkan, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Akan tetapi, peranan madrasah selama ini terabaikan. Arifin mengatakan, UU Sisdiknas 2003 sebenarnya sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah. 

"Meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda," jelas dia. 

Di samping itu, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, mengatakan, tujuan pendidikan nasional di dalam naskah kademik diredusir menjadi profil pelajar Pancasila. Dia menilai, ada kecenderungan sekedar melanggengkan program temporer Kemendikbudristek. 

Alpha juga menjelaskan, UU yang terkait dengan pendidikan bukan hanya UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Seluruhnya ada 23 UU yang harus diintegrasikan karena saling terkait satu lain. Jika semua itu tidak dipilah dan diintegrasikan, maka UU yang baru nanti malah akan menimbulkan kompleksitas perundangan yang tidak diinginkan. 

"Misalnya UU Pendidikan Kedokteran, UU Pesantren, UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi," kata Alpha. 

APPI terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU). 

Baca juga: APPI Minta DPR tak Memasukkan RUU Sisdiknas ke Prolegnas Prioritas

Sebelumnya,  pemerhati pendidikan, Doni Koesoema, menyoroti RUU Sisdiknas menunjukkan pemerintah  memberikan perlakuan berbeda pada penyelenggara pendidikan swasta. Dalam RUU Sisdiknas, dia mengatakan, peranan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan atau sekolah swasta hanya mendapatkan porsi yang teramat sedikit. 

"Yang jadi persoalan adalah dalam RUU Sisdiknas yang sedang dirancang ini perananan dan partisipasi masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan ini sangat sedikit diatur. Bahkan hanya ada dalam satu pasal," ujar Doni lewat unggahannya di Youtube yang diberikan kepada Republika, Ahad (20/3/2022). 

Karena itu, dia menilai RUU Sisdiknas sangat sedikit mengatur tentang peranan masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan. Padahal, kata dia, dalam sejarah perkembangan bangsa, sekolah yang dikelola oleh masyarakat itu memiliki peranan yang besar, bahkan jauh sebelum negara ini lahir. 

"Definisi masyarakat dalam RUU ini adalah kelompok warga negara yang non-pemerintahan yang mempunyai perhatian dan peranan besar di bidang pendidikan," kata Doni. 

Baca juga: Nonton MotoGP Mudah, PPP: Mudik Jangan Dipersulit

Dia menerangkan, peranan itu kemudian diuraikan menjadi dua, yakni mendukung pembiayaan pendidikan supaya berkelanjutan dan berpartisipasi atau berperanan di dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan. Menurut dia, peranan masyarakat di aturan itu hanya terkait sistem kontrol bagaimana sekolah-sekolah dilaksanakan. 

Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan, saat ini proses pembentukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) masih di tahap perencanaan. Tahapan tersebut merupakan tahapan paling awal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. 

"Pembentukan RUU Sisdiknas saat ini masih pada tahap pertama, yaitu perencanaan," ujar Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo lewat pesan singkat, Senin (21/3/2022). 

Nino, sapaan akrabnya, menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ada lima tahap dalam proses pembentukan undang-undang. Kelima tahap itu adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. 

Baca juga: YLKI: Wajib Booster Jika Ingin Mudik Sama Saja dengan Melarang

Kemendikbudristek sendiri menargetkan RUU Sisdiknas dapat masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada Mei 2022. Mereka juga menargetkan RUU Sisdiknas sudah dapat disahkan pada 2023 mendatang. 

Nino menyampaikan, Kemendikbudristek pada dasarnya tidak terburu-buru dalam membentuk RUU Sisdiknas. Menurut dia, Kemendikbudristek menyadari proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus melibatkan banyak pihak.

photo
Ilustrasi Rancangan Undang-Undang (RUU) - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement