'Mutu Pendidikan Bisa Ditingkatkan Melalui Pembangunan Kultur'

Rep: My33/ Red: Fernan Rahadi

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, saat berbicara dalam acara #NgkajiPendidikan yang bertajuk
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, saat berbicara dalam acara #NgkajiPendidikan yang bertajuk "Kultur Sekolah atau Kurikulum?" yang digelar GSM secara daring, Kamis (24/3/2022) malam. | Foto: Tangkapan layar Youtube

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, mengatakan siswa di Indonesia hanya memiliki 1,6 persen kemampuan high order thinking. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat di Indonesia lebih memilih mengejar hasil belajarnya daripada menaruh perhatian pada pengalaman dan karakter belajar siswa. Oleh sebab itu, Rizal mendorong masyarakat untuk segera mengubah kultur atau pandangan hidupnya yang meliputi cara berpikir, cara bersikap, serta cara bertindak.

"Kalau kita ingin mentransfer kultur ini ke generasi berikutnya, maka dibutuhkan proses belajar dan pengalaman dari anak-anak didik kita di dalam menerapkan nilai-nilai sikap cara berpikir itu ketika menghadapi lingkungan, suasana, kondisi yang berbeda-beda satu sama lain," kata Rizal, dalam acara #NgkajiPendidikan yang bertajuk "Kultur Sekolah atau Kurikulum?" yang digelar GSM secara daring, Kamis (24/3/2022) malam.

Rizal menyampaikan apabila kultur dan nilai-nilai itu diterapkan, masing-masing anak dapat merasakan pengalaman yang berbeda dan mengakibatkan proses belajar yang berkarakter sehingga dapat menjadi sumber dari segala sumber hasil belajar anak. Selama ini, fokus pembelajaran di Indonesia hanya pada hasil belajar dan  pengetahuannya, bukan pada pengalaman belajarnya.

Menurut Rizal, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kultur sebagai fondasi utama dalam pendidikan harus dibangun dengan tepat sehingga, kata dia, dapat mengembalikan tiga kodrat dasar manusia yaitu rasa ingin tahu (curiosity), kekuatan imajinasi (power of imagination) untuk menciptakan inovasi, dan potensi talenta yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Dia juga menjelaskan tiga kampus favorit di Indonesia yakni UI, UGM, ITB menjadi pembeda bukan karena kurikulumnya, melainkan karena kulturnya. "Itu kultur apa? Kultur curiosity atau rasa ingin tahu untuk mencoba hal baru, lalu kultur scientific, kultur budaya diskusi, kultur untuk bermimpi besar, serta kultur untuk memiliki jaringan yang luas. Kultur itu yang terbangun dan asumsi dasar itu yang terus-menerus dan diwariskan kepada generasi berikutnya," kata Rizal.

GSM sendiri menginginkan semua kampus di indonesia menjadi kampus favorit bukan karena infrastrukturnya maupun  kurikulumnya, melainkan karena kulturnya yang dibangun. Selain itu, GSM berfokus menciptakan budaya sekolah, agar anak memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga dapat membangun antusiasme dan skill yang lain.

Terkait


Pemerhati: RUU Sisdiknas Harus Berorientasi pada Pengembangan Manusia

'Pendidikan di Indonesia Perlu Terapkan Pendekatan First Principle Thinking'

GSM: Dunia Pendidikan Berpotensi Lahirkan Generasi tak Berguna 

Pengamat: Pemda DIY Belum Serius Tangani Klitih

Festival Sekolah Menyenangkan Hadirkan 'Titik Balik' Transformasi Pendidikan

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark