Jumat 25 Mar 2022 23:53 WIB

Asosiasi Petani Minta Dua Usulan Kebijakan Pertembakauan

Melemahnya ekonomi tembakau salah satunya karena faktor kenaikan cukai.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memilah tembakau kering untuk ekspor di Karangpakel, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah (ilustrasi).
Foto: ANTARA /Aloysius Jarot Nugroho/rwa.
Pekerja memilah tembakau kering untuk ekspor di Karangpakel, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai pemerintah belum menunjukkan keseriusannya melindungi rakyat pertembakauan. Hal ini dilihat dari berbagai produk hukum mulai dari Undang Undang hingga Surat Edaran Gubernur yang menutup ruang gerak sektor pertembakauan. 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTI Agus Parmuji menilai berbagai produk hukum tersebut lambat laun akan mematikan kelangsungan hidup rakyat pertembakauan. Melemahnya ekonomi tembakau salah satunya karena faktor kenaikan cukai, dan dampaknya selalu negatif bagi rakyat pertembakauan. 

"Selama ini nasib ekonomi rakyat pertembakauan tidak pernah dipertimbangkan sebagai bahan kajian arah kebijakan. Dari lain sisi, Pemerintah lebih mendengarkan bisikan pihak asing sebagai bahan pembuatan kebijakan," tutur Agus, Jumat (25/3/2022). 

Menyadari betapa beratnya beban petani tembakau akibat berbagai regulasi Pemerintah, DPN APTI tak putus asa melakukan komunikasi dengan pihak Kementerian/Lembaga terkait untuk mengabarkan keadaan tembakau di lapangan, yang diharapkan bisa menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. 

DPN APTI menyampaikan dua usulan krusial kepada pemerintah. Pertama, pengaturan kebijakan cukai. Selama ini, kenaikan cukai rokok yang eksesif memaksa petani tembakau memutar otak untuk pemasaran hasil tembakau. 

“Kenaikan cukai, juga berdampak pada mata rantai sektor pertembakauan dari hulu ke hilir. Hal ini karena kenaikan cukai berdampak pada penurunan serapan tembakau dari pabrik,” katanya. 

Kedua, pengaturan importasi tembakau. Ancaman hadirnya tembakau impor ada di depan mata. “Kami mensinyalir volume terbesar impor tembakau dilakukan oleh salah satu perusahaan rokok multi nasional,” kata Agus. 

DPN APTI pun mewanti-wanti ketika permintaan industri berkurang jangan sampai bahan baku mereka prioritaskan yang impor. Pihaknya berharap pemerintah memiliki itikad baik untuk menyelamatkan kedaulatan ekonomi petani tembakau sebagai soko guru ekonomi di negeri ini. 

Kompleksitas persoalan sektor pertembakauan harus dicarikan solusi. Negara harus hadir memberikan solusi bagi kelangsungan hidup rakyat pertembakauan di tengah serbuan rezim kesehatan. 

Karena itu, Agus Parmuji mengingatkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagai leading sector untuk merumuskan peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau (IHT) secara komprehensif. 

“Roadmap IHT diharapkan dapat meminimalisir kegaduhan polemik IHT dengan merumuskan strategi pengembangan IHT yang tepat. Karena itu, roadmap perlu dibahas lintas kementerian/lembaga dan stakeholders terkait sehingga menjadi kesepakatan bersama dengan mempertimbangkan beragam aspek, termasuk aspek penerimaan negara (ekonomi), serapan tenaga kerja, dan kesehatan,” paparnya. 

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan, meminta pemerintah bijaksana dalam membuat kebijakan yang sifatnya strategis, apalagi kalau urusannya terkait dengan nasib petani, buruh dan pihak-pihak yang berhubungan dengan industri hasil tembakau nasional. Daniel Johan mengatakan, saat ini ada sekitar tujuh juta petani dan pekerja tembakau yang harus menghidupi keluarganya dimana Negara harus hadir untuk melindunginya. 

Daniel Johan menyoroti kenaikan cukai yang eksesif dalam tiga tahun terakhir ini. Hal itu berdampak pada kondisi petani tembakau yang makin terpuruk. Imbasnya, terjadi penurunan penyerapan hasil panen yang akan anjlok 30 persen.

Persoalan lain yakni importasi tembakau. Menurut Daniel, harga tembakau anjlok ketika ada impor tembakau, hal ini menyebabkan serapan tembakau di tingkat petani tidak maksimal. 

“Pemerintah tidak bisa hanya meminta petani untuk menanam, tetapi ketika panen tiba justru dihantam impor, kenaikan cukai dan kebijakan lain yang merugikan petani,” katanya. 

Dia menegaskan, setiap kenaikan cukai dan impor tembakau merupakan bencana buat petani tembakau Indonesia. Padahal kita tahu bahwa industri ini telah berjasa bagi perekonomian negara, diantaranya penerimaan negara dari cukai rokok, pajak daerah, dan sektor lapangan kerja yang memiliki dampak multiplier effect. 

"Pemerintah harus melindungi industri ini, membuat payung hukum yang melindungi kelangsungan sektor pertembakuan dari hulu hingga hilir secara komprehensif dan inklusif, termasuk pengaturan tentang importasi tembakau mengingat kontribusi nyata dari tembakau bagi negara sangat besar,” terangnya. 

Daniel Johan meminta Pemerintah untuk membuat Roadmap IHT demi keberlangsungan industri rokok dalam negeri, terutama untuk memastikan kesejahteraan para petani dan para pekerja industri. 

Volume importasi tembakau yang semakin meningkat mendapat tanggapan Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Ardi Praptono. Ardi mengatakan kebutuhan tembakau nasional sekitar 338.000 ton, dengan sekitar 260.000 ton (data statistik perkebunan) dipenuhi dari produksi tembakau lokal dan kekurangannya dipenuhi melalui impor. 

“Masih kurangnya produksi tembakau dalam negeri tersebut diharapkan IHT menyerap semua bahan baku tembakau dari petani mitra,” katanya. 

Agar ketergantungan importasi tembakau berkurang, menurut Ardi, diperlukan kebijakan, terobosan dan inovasi baru untuk mendorong IHT melakukan pengembangan varietas yang masih impor seperti Virginia, Oriental, dan Burley di dalam negeri serta mendorong kemitraan yang sinergi antara industri dan petani tembakau. 

“Jangan sampai negara lain, seperti Cina dan Vietnam justru mulai mengembangkan varietas tembakau yang dimiliki Indonesia, tentunya kita prihatin,” ujarnya. 

Komoditas tembakau merupakan komoditas bernilai tinggi yang berperan penting sebagai sumber pendapatan petani dan negara, penyediaan lapangan kerja, dan input bagi industri atau industri jasa pendukungnya. Menurut Ardi, peran tersebut harus didukung dengan arah kebijakan pengembangan sektor pertanian yang berorientasi kepada peningkatan produksi, peningkatan kualitas tembakau, peningkatan serapan tembakau lokal dalam negeri, dan pengurangan/substitusi impor. 

“Diharapkan semua pemangku kepentingan berperan aktif dalam melestarikan usaha tani tembakau, serta kelestarian lingkungan. Tentunya pemerintah pusat akan terus memperhatikan nasib petani dengan mengeluarkan regulasi yang berpihak pada petani dan  menguntungkan semua pihak,” katanya. 

Sementara itu, Direktur Impor Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, mengatakan nilai impor tembakau ke Indonesia mencapai  558,68 juta dolar AS pada 2021. 

“Nilainya naik 6,59 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 550,41 juta dolar AS pada 2020, dengan tiga jenis tembakau yang diimpor yaitu, Virginia, Burley dan Oriental,” ujarnya, merujuk data resmi BPS (Badan Pusat Statistik). 

Menurut Moga, impor tembakau terbesar pertama datang dari Cina dengan nilai 200,81 juta dolar AS pada 2021. “Nilai tersebut setara dengan 34,29 persen dari total impor tembakau ke Indonesia,” terangnya. 

Setelah China, ada Brasil dengan nilai impor tembakau sebesar 101,82 juta dolar AS (17,39 persen) dan Amerika Serikat dengan impor tembakau senilai 34,24 juta dolar AS (5,85 persen).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement