Cegah Stunting, BKKBN-Tanoto Latih TPK di Timor Tengah Selatan
Red: Fernan Rahadi
Bertepatan dengan diadakannya pelatihan PMBA, pada Rabu (23/3/2022) lalu, Presiden Jokowi berkunjung ke NTT dan melakukan peninjauan langsung upaya percepatan penurunan stunting, salah satunya adalah ke Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. | Foto: dokpri
REPUBLIKA.CO.ID, TIMOR TENGAH SELATAN -- Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat dikhawatirkan karena mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 24,4 persen atau dialami sekitar 5,33 juta balita. Walau ini menunjukkan penurunan prevalensi stunting dari tahun-tahun sebelumnya namun upaya yang lebih keras tetap dibutuhkan untuk mencapai angka 14 persen di tahun 2024, sesuai yang ditargetkan oleh Presiden RI Joko Widodo.
Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 yang menunjuk BKKBN sebagai ketua pelaksana program percepatan penurunan stunting, berbagai upaya dan inisiatif telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang merupakan sebuah langkah preventif dan promotif dalam mengatasi permasalahan stunting pada keluarga beresiko stunting. Saat ini terdapat 200 ribu TPK atau 600 ribu orang anggota TPK yang terdiri dari bidan, kader PKK dan kader KB yang bertugas mendampingi dan mengedukasi keluarga-keluarga tersebut.
Organisasi filantropi independen, Tanoto Foundation, berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam upaya percepatan penurunan angka stunting. Sejak tahun 2021, BKKBN dan Tanoto Foundation bekerja sama dalam mengembangkan program percepatan penurunan stunting berbasis keluarga. Selain serangkaian webinar di tingkat nasional yang telah diselenggarakan, kerja sama juga dilakukan dalam penyusunan modul pencegahan stunting untuk kelas Bina Keluarga Balita, dan pada tahun ini ditambahkan dengan peningkatan kapasitas TPK di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Pada tanggal 24-26 Maret 2022, Tanoto Foundation dan BKKBN akan melaksanakan Pelatihan Konseling Pemberian Makanan Tambahan Bayi dan Anak (PMBA) kepada 15 orang bidan anggota TPK Kabupaten Timor Tengah Selatan dari Kecamatan Mollo Utara, Mollo Selatan dan Kota Soe. Di mana selanjutnya, para bidan yang telah menyelesaikan pelatihan terakreditasi Kementerian Kesehatan ini akan mensosialisasikan pengetahuan tersebut kepada 30 anggota TPK non tenaga kesehatan di kelompoknya. Manfaat pelatihan ini akan membantu 45 orang anggota TPK yang bertugas mendampingi keluarga beresiko stunting di wilayahnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Mau Kuru, menyampaikan, NTT memiliki 15 kabupaten dengan prevalensi stunting yang masih di atas 30 persen, salah satunya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. "Pelatihan Konseling PMBA kepada 15 bidan anggota TPK yang dilakukan dengan dukungan Tanoto Foundation ini dapat menjadi model peningkatan kapasitas TPK yang mendorong mekanisme pengimbasan pengetahuan di masing-masing tim," katanya dalam siaran pers, Sabtu (26/3/2022).
Sementara itu, Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation, Eddy Henry mengungkapkan TPK yang bertugas mendampingi keluarga berisiko stunting merupakan upaya kunci percepatan penurunan stunting namun perlu didukung dengan peningkatan kapasitas dan monitoring yang baik.
"Tanoto Foundation berkomitmen mendukung pemerintah Indonesia dalam percepatan penurunan stunting, salah satunya dengan membentuk sumber daya yang andal dalam mendampingi masyarakat, khususnya keluarga beresiko stunting. Untuk itu, pengetahuan dan keterampilan yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh TPK," katanya.
Bertepatan dengan diadakannya pelatihan PMBA, pada Rabu (23/3/2022) lalu, Presiden Jokowi berkunjung ke NTT dan melakukan peninjauan langsung upaya percepatan penurunan stunting, salah satunya adalah ke Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kunjungan dilakukan untuk melihat secara langsung dan mendapatkan gambaran secara komprehensif tentang penanganan stunting di provinsi NTT, termasuk kebijakan yang dilakukan, anggaran dalam APBN dan APBD untuk penanganan stunting, dan kendala serta tantangan yang dihadapi Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam penanganan stunting di NTT.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Kabupaten Timor Tengah Selatan masuk dalam sepuluh daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi dengan angka 48.3 persen. Dari 22 Kabupaten/Kota yang ada di NTT, 21 masih mempunyai angka prevalensi stunting di atas angka rata-rata nasional. Hasil pelatihan TPK di Kabupaten Timor Tengah Selatan ini bisa dengan cepat diterapkan juga oleh Kabupaten/Kota di NTT lainnya, sehingga bisa mempercepat penurunan angka stunting di NTT dan di Indonesia.