REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan mendorong sanksi PBB terhadap Korea Utara (Korut) atas uji coba rudal yang kembali diperkuat. Namun sebaliknya China dan Rusia berpendapat agar sanksi dilonggarkan karena akan berimbas pada rakyat Korut.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada Jumat (26/3/2022) waktu setempat bahwa dia akan mengusulkan rancangan resolusi untuk memperbarui dan memperkuat rezim sanksi terhadap Korut. Dia tidak memberikan rincian apapun.
Dewan Keamanan PBB terakhir mengadopsi resolusi yang menjatuhkan sanksi pada Desember 2017. Sanksi itu mencakup larangan hampir 90 persen ekspor minyak sulingan ke Korut. Sanksi juga berkomitmen untuk lebih membatasi ekspor minyak bumi jika ada uji coba nuklir lain atau peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM).
Korut meluncurkan apa yang disebutnya ICBM baru pada Kamis (24/3/2022). Pemimpin Korut Kim Jong-un mengatakan tes itu dirancang untuk menunjukkan kekuatan nuklirnya dan mencegah setiap gerakan militer AS.
Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan pada Jumat atas permintaan AS dan lima anggota lainnya. Agenda untuk membahas peluncuran ICBM, yang merupakan rangkaian uji coba rudal terbaru. Uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara telah lama dilarang oleh Dewan Keamanan.
Korut telah dikenai sanksi PBB sejak 2006, yang terus ditingkatkan Dewan Keamanan PBB selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong dana untuk senjata nuklir dan program rudal balistik Pyongyang. Namun Korut sepertinya berhasil menghindari beberapa sanksi PBB dengan menghasilkan uang dari pertukaran mata uang kripto.
Sementara itu China dan Rusia mengisyaratkan penentangan terhadap langkah AS. Kedua negara justru telah lama mendorong pelonggaran sanksi PBB untuk memperbaiki situasi kemanusiaan Korut dan untuk mendorong Pyongyang untuk kembali ke negosiasi denuklirisasi dengan Amerika Serikat dan lainnya.
"Tidak ada pihak yang harus mengambil tindakan apa pun yang akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar," kata Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun kepada dewan pada Jumat. "AS tidak boleh terus mengesampingkan tuntutan yang dibenarkan DPRK. Ia harus menawarkan proposal yang menarik untuk membuka jalan bagi dialog yang dilanjutkan lebih awal," imbuhnya
Nama resmi Korea Utara adalah Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK). Pyongyang ingin sanksi AS dan PBB dihapus.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mengatakan kepada dewan bahwa Rusia percaya penguatan lebih lanjut dari sanksi PBB akan mengancam warga Korut dengan masalah sosial ekonomi dan kemanusiaan yang tidak dapat diterima.
Thomas-Greenfield menolak argumen Rusia. Ia mengatakan bahwa para ahli PBB mengatakan hambatan utama untuk mengirim bantuan kemanusiaan ke Korut adalah penutupan perbatasan negara itu sendiri karena pandemi virus corona, bukan sanksi internasional.
AS dan sekutunya juga menuduh Kim mengalihkan uang untuk program senjata nuklir dan rudal alih-alih membelanjakannya untuk rakyat Korut. "Menawarkan keringanan sanksi, tanpa kemajuan diplomatik yang substantif, hanya akan menyalurkan lebih banyak pendapatan ke rezim dan mempercepat realisasi tujuan WMD (senjata pemusnah massal) dan senjata balistiknya," kata Thomas-Greenfield.