REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Jumat (25/3/2022) mengatakan bahwa perundingan damai dengan Rusia sulit. Kedua negara belum menemukan kesepakatan terkait sejumlah tuntutan.
"Proses perundingan sulit sekali. Delegasi Ukraina telah mengambil posisi yang kuat dan tidak menyerah pada tuntutannya. Kami bersikeras, terutama, pada gencatan senjata, jaminan keamanan serta integritas wilayah Ukraina," kata Kuleba lewat unggahan di Facebook.
Dia membantah laporan adanya kemajuan dalam menyelesaikan empat dari enam isu utama. "Tidak ada konsensus dengan Rusia mengenai empat poin," katanya.
Kuleba lantas mencuit di Twitter bahwa belum ada konsensus dalam perundingan. "Rusia berpegang teguh pada ultimatum."
"Untuk menstimulasi pendekatan yang lebih konstruktif kami memerlukan dua hal, sanksi tambahan dan bantuan militer tambahan untuk Ukraina," kata dia menambahkan.
Sebelumnya sejumlah media Turki, termasuk NTV, mengutip Presiden Tayyip Erdogan yang mengatakan bahwa sejumlah kemajuan dalam perundingan damai Rusia-Ukraina telah dicapai. Di antaranya, aksesi Ukraina ke Nato, demiliterisasi, keamanan kolektif, dan pengakuan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi kedua di Ukraina.
Awal bulan ini, Turki menjadi tuan rumah bagi para menteri luar negeri Ukraina dan Rusia untuk pembicaraan tingkat tinggi pertama sejak perang. Sementara menjalin hubungan dekat dengan Rusia dalam pertahanan, energi dan perdagangan, dan sangat bergantung pada turis Rusia, Ankara juga telah menjual drone ke Ukraina yang membuat marah Moskow. Turki juga menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta aneksasi Krimea pada tahun 2014.