REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Aktivis hak perempuan Malala Yousafzai mengatakan, larangan Taliban terhadap pendidikan anak perempuan tidak akan bertahan selamanya. Peraih Nobel itu menekankan bahwa, perempuan Afghanistan saat ini sudah mengerti apa artinya "diberdayakan".
"Saya pikir jauh lebih mudah bagi Taliban (untuk menegakkan) larangan pendidikan anak perempuan pada 1996. Tapi kali ini jauh lebih sulit, karena perempuan telah melihat apa artinya dididik, apa artinya diberdayakan. Kali ini akan jauh lebih sulit bagi Taliban untuk mempertahankan larangan pendidikan anak perempuan. Larangan ini tidak akan bertahan selamanya," ujar Yousafzai, dilansir Aljazirah, Ahad (27/3/2022).
Yousafzai mengatakan, sekolah perempuan harus menjadi syarat pengakuan diplomatik bagi Taliban. “Mereka (Taliban) seharusnya tidak diakui, jika mereka tidak mengakui hak asasi perempuan dan anak perempuan,” katanya.
Taliban melarang anak perempuan bersekolah selama pemerintahannya di Afghanistan, pada periode 1996 hingga 2001. Perempuan diizinkan untuk mengkases pendidikan ketika Taliban dilumpuhkan oleh invasi pimpinan Amerika Serikat (AS).
Taliban kembali berkuasa saat pasukan AS mundur pada Agustus tahun lalu. Amerika Serikat mengatakan, mereka telah membatalkan pembicaraan dengan Taliban yang dijadwalkan berlangsung di Doha. Pembatalan dilakukan setelah Taliban menutup sekolah menengah bagi perempuan.
"Kami bersama dengan jutaan keluarga Afghanistan mengungkapkan kekecewaan mendalam dengan keputusan Taliban untuk tidak mengizinkan perempuan kembali ke sekolah menengah," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
“Kami telah membatalkan beberapa keterlibatan kami, termasuk pertemuan yang direncanakan di Doha, di Forum Doha, dan memperjelas bahwa kami melihat keputusan ini sebagai titik balik potensial dalam keterlibatan kami," kata juru bicara itu menambahkan.
Pada Sabtu (26/3/2022), puluhan anak perempuan dan perempuan melakukan protes di depan Kementerian Pendidikan di ibu kota Kabul. Keputusan larangan sekolah itu belum dijelaskan secara detail oleh Taliban. Dengan demikian, anak perempuan di atas kelas enam tidak akan bisa bersekolah.
“Buka sekolah! Keadilan, keadilan!” teriak pengunjuk rasa. Beberapa dari mereka membawa buku sekolah saat berkumpul di alun-alun kota di Kabul.
Mereka memegang spanduk yang bertuluskan, “Pendidikan adalah hak fundamental kami, bukan rencana politik”. Tak lama kemudian, aksi protes bubar ketika pejuang Taliban tiba di lokasi.
"Ini adalah genosida satu generasi. Bagaimana mungkin ada orang di dunia ini di abad ke-21, melarang anak perempuan dari pendidikan? Saya tidak berpikir seluruh dunia, terutama dunia Muslim, harus menerima,” ujar mantan Ketua Komisi Perempuan, Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia Afghanistan, Fawzia Koofi dalam orasinya.