REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Islam itu sendiri sejatinya adalah moderasi, yakni semua ajarannya bercirikan moderasi. Karena itu, semua penganutnya juga harus bersikap moderat.
Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof M Quraish Shibab, dalam bukunya berjudul Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, menjelaskan umat Islam harus moderat dalam pandangannya dan keyakinannya, moderat dalam pemikiran dan perasaannya, dan moderat dalam keterikatan-keterikannya.
Penjelasan ini didasarkan pada cendikiawan Mesir yang terkenal, Sayyid Quthub (1096-1966 M), saat menafsirkan kandungan makna surat Al Baqarah ayat 143.
كَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Berdasarkan hal itu, menurut penulis, tidaklah muda mendefinisikan moderasi yang dimaksud oleh ajaran Islam akibat luasnya cakupan ajaran itu. Apalagi, istilah ini relatif baru populer, khususnya setelah menyebarnya aksi-aksi radikalisme dan ekstremisme. Walaupun, wasathiyyah itu sendiri pada hakikatnya sudah melekat pada ajaran Islam sejak disapaikan Nabi Muhammad SAW.
Dia kemudian menyimpulkan bahwa wasathiyyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang sedang dialami.
Dengan demikian, lanjut dia, wasathiyyah tidak sekadar menghidangkan dua kutub lalu memilih apa yang ada di tengahnya. Menurut M Quriash, wasathiyyah adalah keseimbangan yang disertai dengan prinsip “tidak berkekurangan dan tidak juga berlebihan”.
Tapi, pada saat yang sama, ia bukanlah sikap menghindar dari situasi sulit atau lari dari tanggung jawab. Sebab, Islam mengajarkan keberpihakan pada kebenaran secara aktif tapi dengan penuh hikmah.
M Quraish juga menegaskan bahwa Islam adalah moderasi, yakni seluruh ajarannya bersifat moderat. Karena itu, menurut dia, dengan mempelajari Islam secara seksama, maka ditemukan gambaran umum tentang hakikat moderasi itu.
Pada bagian kedua buku ini, M Quraish kemudian menjawab pertanyaan, mengapa wasathiyyah?. Dalam hal ini, penulis kembali jauh ke belakang untuk melihat dan mencari tahu bagaimana Allah menciptakan alam raya dan manusia. Karena, alam raya ini diciptakan oleh Allah dengan seimbang, yang sesuai dengan prinsip moderasi.
Menurut M Quraish, alam tidak akan memberi manfaat buat makhluk kecuali dengan keseimbangan, bahkan tanpa keseimbangan alam akan punah. Begitu pula dengan manusia. Allah SWT juga menciptakan manusia secara seimbang.
Sejak sebelum tercipta, menurut M Quraish, Allah telah menyampaikan kepada malaikat bahwa manusia itu ditugaskan-Nya menjadi khalifah di bumi, yang antara lain berfungsi memelihara keseimbangan yang mestinya mereka lakukan dengan mengindahkan semua tuntunan-Nya.
M Quriash menuturkan, Allah menganugerahi manusia dengan aneka potensi jasamani dan rohani, sehingga manusia mampu menerapkan keseimbangan (wasathiyyah) dalam hidupnya. Karena itu, tidak meleset jika dikatakan bahwa wasathiyyah sesuai dengan fitrah atau jati diri manusia.