Dua Bulan Pascarelokasi PKL Malioboro, Pendorong Gerobak Jual Aset
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Warga yang tergabung dalam paguyuban pendorong gerobak PKL Malioboro melakukan aksi damai di depan Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Senin (31/1/2022). Mereka menuntut Pemerintah Yogyakarta memberikan jaminan kerja bagi pendorong gerobak serta seluruh rakyat yang terdampak relokasi PKL Malioboro. | Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dua bulan sudah berlalu sejak dilakukannya relokasi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro, Kota Yogyakarta pada awal Februari 2022 lalu. Dua bulan pascarelokasi ini, pendorong gerobak yang terdampak karena kehilangan pekerjaan akibat relokasi masih belum mendapatkan kejelasan.
Ketua Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro (PPGM), Kuat Suparjono mengatakan, banyak pendorong gerobak yang bahkan menjual asetnya untuk menghidupi keluarga. Pasalnya, hingga saat ini pendorong gerobak yang terdampak masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan baru.
Bahkan, ada yang sampai pulang kampung karena sudah tidak memiliki penghasilan sama sekali. Pendorong gerobak yang tergabung dalam PPGM pun menggelar aksinya di Balai Kota Yogyakarta untuk meminta kejelasan kepada pemerintah, Senin (28/3).
"Sebagian teman-teman sudah menjual asetnya masing-masing, ada yang menjual sepeda motor, TV atau hasil apa (yang lain). Selama dua bulan ini sama sekali tidak ada pemasukan," kata Kuat.
Kuat menyebut, belum ada kejelasan dari pemerintah terkait dengan pemberdayaan yang akan dilakukan terhadap pendorong gerobak yang terdampak. Pihaknya sendiri sebelumnya juga sempat meminta pekerjaan sebagai tenaga kebersihan di tempat baru relokasi maupun di kawasan Malioboro.
Meskipun begitu, diharapkan pekerjaan ini merupakan pekerjaan tetap. Dengan begitu, ada kepastian bagi pendorong gerobak ini untuk tidak kehilangan pekerjaan kembali kedepannya.
"Nanti sistemnya seperti apa, outsourcing atau tetap, kalau outsourcing percuma. Kemarin juga ada yang nawarin menjaga toilet di Teras Malioboro 2, ada yang mau tapi cuma untuk tiga hari dan itu tidak digaji," ujarnya.
Setidaknya, saat ini 29 pendorong gerobak yang masih bertahan di paguyuban. Padahal, kata Kuat, sebelumnya ada 91 pendorong gerobak yang terdampak di Malioboro, namun sudah banyak yang pulang kampung karena tidak ada penghasilan.
"Untuk mempekerjakan pendorong gerobak di sektor kebersihan, tapi harus kita pilih karena tidak semua tenaga muda, ada yang sepuh-sepuh. Kita harus memikirkan yang sepuh ini bagaimana, kalau ikut konsep pemerintah itu seperti apa," ujar Kuat.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah memberikan lapak bagi pendorong. Pihaknya meminta setidaknya pemerintah memberikan lapak yang masih tersedia baik di Teras Malioboro 1 maupun di teras Malioboro 2 untuk pendorong gerobak.
Kuat menuturkan, lapak tersebut tidak harus diberikan sama dengan jumlah anggora PPGM yang ada. Namun, dari lapak yang diberikan nantinya dapat akan dikelola bersama-sama oleh anggota di bawah paguyuban.
"Tidak mungkin kita meminta berapa lapak (yang harus diberikan), kan maksa jadinya, yang penting kita diperhatikan. Kalau 29 (pendorong yang aktif di paguyuban), bisa ditafsirkan 10 lapak atau berapa. Tidak semua harus dapat lapak," jelasnya.
Pihaknya juga tengah mengurus proposal untuk membentuk koperasi. Koperasi ini nantinya diharapkan dapat menjadi wadah dalam membantu pendorong gerobak yang terdampak relokasi untuk memulai usaha.
"Seberapa pun kita dapat lapak akan kita kelola di koperasi paguyuban pendorong gerobak. Kita sudah siap dengan nama dan apa yang akan kita kerjakan, tinggal kita nunggu proposal. Nanti ada yang menerima (proposal), tinggal tunggu turun (dana). Nanti kita bagi ke sektor-sektor seperti sembako, untuk ternak lele, ternak kambing dan sebagainya," katanya.
Meskipun begitu, untuk mengurus pembentukan koperasi tersebut tidak membutuhkan waktu yang sebentar. Setidaknya, kata Kuat, diperkirakan baru dua bulan kedepan akta dari koperasi baru turun.
"Selagi kita menunggu hasil atau turunnya akta koperasi itu, kita harus menghidupi anak istri. Mungkin ada bantuan dari pemerintah, karena selama ini kita belum mendapat bantuan apapun," katanya.