REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG-- Panti asuhan milik Muhammadiyah yang berada di Jalan Mataram, Kota Bandung terancam dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Bandung pada awal April tahun 2022. Padahal proses hukum yang tengah diajukan oleh Muhammadiyah masih berlangsung di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
"Yang terakhir itu memang sudah ada rencana eksekusi yang kita tangkap karena akan ada rapat koordinasi antara pengadilan negeri, polres, polsek, lurah dan satpol. Persiapan eksekusi arahnya sudah kita tangkap," ujar Rizal Fadillah Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat saat dihubungi, Senin (28/3/2022).
Sebelumnya rencana eksekusi tersebut, ia menuturkan eksekusi sempat akan dilakukan pada tahun 2020 silam namun gagal karena Covid-19. Pihaknya pun melakukan perlawanan di lapangan maupun hukum terhadap rencana eksekusi yang dinilai cacat hukum.
"Prosesnya masih berjalan di tingkat kasasi masih belum ada putusan. Maka kita menanyakan kok sudah ada proses eksekusi sedangkan proses masih berlangsung," ujarnya.
Ia menduga pada 1 April mendatang akan dilakukan eksekusi sehingga pihaknya akan melakukan perlawanan. Di antaranya mengerahkan seluruh elemen Muhammadiyah untuk aksi dan menahan agar tidak dilakukan eksekusi.
"Belum tahu (eksekusi) maka kita menduga rapat koordinasi 1 April tadi ada rapat koordinasi kita menduga eksekusi di hari itu maka kita akan disiapkan perlawanan lapangan," katanya.
Meski di tengah proses sengketa, Rizal mengatakan aktivitas di panti asuhan masih berjalan seperti biasa namun para santri merasa khawatir dengan kondisi sengketa yang berjalan.
Ia menuturkan panti asuhan tersebut awalnya merupakan rumah yang dihibahkan wasiat dari pemiliknya Salim Rasyidi yang telah meninggal dunia termasuk disertai sertifikat hak milik. Namun seiring waktu terdapat sertifikat lain yang muncul atas nama rumah dan bangunan tersebut dengan pemilik berinisial M.
Rizal mengatakan peralihan tersebut tanpa sepengetahuan Muhammadiyah hingga akhirnya masalah sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan. Putusan pertama dari tingkat pengadilan hingga kasasi dan inkrah menegaskan bahwa bangunan tersebut dimenangkan Muhammadiyah.
"Kita menang di PN di PT di MA sudah dieksekusi jadi memang sudah kuat Muhammadiyah. Tiba tiba dia (M) PK (peninjauan kembali) yang mengagetkan tiba-tiba berubah aneh lalu kita masuk perkara pidana," katanya.
Pihaknya melaporkan M kepada Polda Jabar terkait dugaan keterangan palsu dalam proses jual beli namun laporan tersebut dihentikan. Sebab laporan tidak memiliki bukti yang cukup.
"(Dugaan) keterangan palsu yang paling penting di beberapa yaitu dinyatakan pak Salim sebagai penjual tidak menikah padahal bukti yang ada sampai polisi polda sampai ke pemeriksaan KUA tempat nikah dulu," katanya.
Namun laporan tersebut kurang bukti sebab notaris yang terkait proses jual beli tidak bisa dimintai keterangan. Alasannya notaris yang hendak diperiksa harus mendapatkan izin dari majelis kehormatan notaris dan diketahui tidak menyetujui.
Pihaknya saat ini tengah berkonsultasi ke PP Muhammadiyah terkait rencana yang akan diambil. Beberapa opsi yang dapat dilakukan yaitu pra peradilan terhadap laporan polisi yang dihentikan. Selain itu dapat melakukan pelaporan baru ke kepolisian baik terhadap M maupun notaris.
"Ada dua pilihan sedang dipertimbangkan dengan pimpinan pusat, satu pra peradilan kalau dihentikan pra peradilan soal pidana kurang bukti. Pilihan kedua bisa masuk laporan baru," katanya.