REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Jumlah kerugian akibat hilangnya kayu jati di tempat penimbunan kayu Pokland (Pongpok Landak) Perhutani Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur mencapai sekitar Rp 450 juta hingga Rp 500 juta. Kerugian ini didasarkan pada jumlah kayu yang hilang.
Sebelumnya, sebanyak 970 M3 (meter kubik) kayu jati milik Perhutani di tempat penimbunan kayu (TPK) di Pokland (Pongpok Landak) Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur dilaporkan hilang. Hal ini terungkap berawal dari laporan satuan pengawasan internal (SPI) direksi Perhutani pada November 2021 lalu terkait adanya dugaan kehilangan kayu tersebut.
"Dari sekitar 900 M3 yang hilang, diperkirakan kerugian mencapai sekitar Rp 450 juta sampai Rp 500 juta,'' ujar Wakil Admnistratur Cianjur Selatan yang menangani koordinator keamanan (korkam) KPH Perhutani Cianjur, Hendra Siswanto kepada Republika.co.id, Senin (28/3/2022). Jumlah kerugian ini didasarkan pada kayu yang hilang sejak 2018 lalu hingga 2021.
Menurut Hendra, kayu yang lama atau buluk harga jualnya lebih murah dibandingkan dengan baru. Sehingga kerugian yang timbul tidak terlalu besar karena adanya kayu yang lama.
Menurut Hendra, kayu jati dari Pokland Landak biasanya dibeli oleh pengusaha lokal maupun luar daerah. Misalnya dari Jepara dan wilayah lainnya.
Sebelumnya, kayu yang hilang tersebut berada di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Pokland (Pongpok Landak) Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Awalnya kata Hendra, Perhutani Cianjur tidak mengetahui adanya kehilangan kayu. Namun mendapat perintah terkait temuan satuan pengawasan intern (SPI) direksi. Surat itu memerintahkan TPK Pokland Kecamatan Haurwangi untuk dilakukan penelitian khusus (litsus) karena ada dugaan kehilangan kayu.
Selanjutnya tim pemeriksaan Opname Voorad menuju lokasi TPK Poklan Landak. '' Setelah dibuktikan memang ada ketimpangan antara kayu yang seharusnya ada dan kayu yang ada di TPK sebenarnya,'' kata Hendra.
Menurutnya, dari pemeriksaan pada November 2021 seharusnya di TPK ada 1.100 M3 kayu dan tidak benar 1.200 M3 seperti yang beredar di masyarakat. Sedangkan kayu yang ditemukan oleh tim hanya sekitar 130 M3, sehingga ada kekurangan 900 M3 atau tepatnya 970 M3.
Hendra menuturkan, kayu yang hilang bukan semata kejadian pada 2021 atau 2022 karena ada kemungkinan disinyalir sejak 2018 hingga 2021. Hal ini didasarkan hasil oleh Divre Jawa Barat dan Perhutani Cianjur hanya menyajikan data dan mendukung pemanggilan.
Diakui Hendra, upaya penyelesaian kasus ini cukup alot karena ditemukan kasus dari November 2021. Sementara ada keputusan direksi terkait hukuman pelanggaran disipilin pada 7 Maret 2022.
Sehingga lanjut Hendra, ada waktu kurang lebih empat bulan. Sebab agak sulit hilangnya sejak empat tahun kebelakang. Oleh karena itu lanjut Hendra, membutuhkan penyelidikan lebih dalam jangan sampai salah seorang dalam menentukan sanksi atau hukuman. Hasilnya diberikan sanksi kepada 15 orang mulai Administrator Perhutani Cianjur hingga pelaksana khususnya TPK Pokland Haurwangi.
Ke 15 orang itu lanjut Hendra, terkena hukuman disiplin mengacu pada peraturan direksi 1842/Kpts/dir/2018 Tentang Peraturan Disipiln Karyawan Perhutani. Dari 15 orang yang sanksi sedang 9 orang sesuai proporsi kesalahanya dan sanksi yang berat 6 orang.