Selasa 29 Mar 2022 06:37 WIB

Publik Maroko: Normalisasi Hubungan dengan Israel adalah Pengkhianatan

Hubungan dengan Israel tetap menjadi isu kontroversial di Maroko.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Bendera negara Maroko. Publik Maroko: Normalisasi Hubungan dengan Israel adalah Pengkhianatan
Foto: EPA
Bendera negara Maroko. Publik Maroko: Normalisasi Hubungan dengan Israel adalah Pengkhianatan

REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Beberapa aktivis dan warga Maroko dilaporkan mengutuk partisipasi negaranya dalam KTT Arab-Israel di Negev. Karena keikutsertaan ini, sebuah tagar berbahasa Arab yang berarti "Normalisasi adalah Pengkhianatan," ramai di Twitter. 

Dilansir dari The New Arab, Senin (28/3/2022), Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita melakukan kunjungan pertamanya ke Israel sebagai partisipasi dalam KTT Negev. Hal ini memicu reaksi publik yang berkembang di kerajaan Maroko. 

Baca Juga

Tempat pertemuan para menteri luar negeri adalah Sde Boker, sebuah resor gurun di mana para penandatangan Perjanjian Abraham dan Mesir akan membahas berbagai masalah keamanan di kawasan itu dengan rekan-rekan mereka dari Israel dan AS.  Diharapkan Iran akan menjadi agenda utama.

"Mengapa beberapa suara di Maroko, diizinkan atau tidak, terus menyangkal fakta Maroko memang telah meninggalkan tujuan suci Palestina untuk menjadi anak didik Israel. Ini adalah fakta yang ditunjukkan dari pertemuan ini dan berbagai kesepakatan publik dan rahasia yang terjadi," kicau salah seorang jurnalis Maroko, Ali Lmrabet dalam bahasa Prancis. 

Warga Maroko lainnya bergabung dengan kampanye dengan mentweet "Bourita tidak mewakili saya" dan menekankan dukungan mereka untuk perjuangan Palestina. Dua tahun sejak pengumuman resmi normalisasi dengan Tel Aviv, hubungan dengan Israel tetap menjadi isu kontroversial di Maroko. 

Pada Desember 2020, Rabat menormalkan hubungan dengan Tel Aviv dalam kesepakatan perantara yang menjamin AS untuk mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah Sahara Barat yang disengketakan. Kerajaan Maroko menyegel kesepakatan itu sebagai langkah diplomatik yang berani untuk mendapatkan pengakuan internasional atas hak historis Rabat di wilayah itu, yang juga diklaim oleh gerakan separatis Front Polisario yang didukung Aljazair.

Beberapa gerakan Maroko pro-Palestina dengan enggan menerima pembenaran negara atas normalisasi, termasuk partai Islam Keadilan dan Pembangunan. Namun, saat itu ketua partai sebelumnya, Saad Eddine El Othmani secara pribadi menghadiri upacara penandatanganan Kesepakatan Abraham sebagai perdana menteri Maroko saat itu. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement