Selasa 29 Mar 2022 07:11 WIB

Roman Abramovich dan Negosiator Ukraina Diduga Alami Keracunan

Abramovich memainkan peran awal dalam pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Miliarder Rusia Roman Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina, menderita gejala dugaan keracunan awal bulan ini setelah pertemuan di Kiev.
Foto: EPA/FACUNDO ARRIZABALAGA
Miliarder Rusia Roman Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina, menderita gejala dugaan keracunan awal bulan ini setelah pertemuan di Kiev.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Miliarder Rusia Roman Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina, menderita gejala dugaan keracunan awal bulan ini setelah pertemuan di Kiev. Hal ini dilaporkan Wall Street Journal dan situs website investigasi Bellingcat pada Senin (28/3/2022), dengan mengutip orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Abramovich menerima permintaan Ukraina untuk membantu negosiasi diakhirinya invasi Rusia ke Ukraina. Wall Street Journal melaporkan, setidaknya dua anggota senior delegasi Ukraina dan Abramovich diduga keracunan.

Baca Juga

Ketika ditanya tentang dugaan keracunan, negosiator Ukraina Mykhailo Podolyak mengatakan, ada banyak spekulasi dan berbagai teori konspirasi. Sementara negosiator Ukraina lainnya, Rustem Umerov, meminta agar tidak mempercayai informasi yang belum diverifikasi.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba dalam wawancara dengan televisi nasional, mengatakan, semua orang haus akan berita dan sensasi. Namun dia menyarankan agar delegasi Ukraina tidak menyentuh makanan maupun minuman ketika bernegosiasi dengan Rusia.

"Saya menyarankan siapa pun yang akan bernegosiasi dengan Rusia untuk tidak makan atau minum apa pun, (dan) sebaiknya menghindari menyentuh permukaan," ujar Kuleba.

Menurut laporan Wall Street Journal, Abramovich dan para negosiator menunjukkan gejala keracunan seperti mata merah, dan kulit mengelupas di wajah serta tangan mereka. Abramovich dan negosiator Ukraina, termasuk anggota parlemen Tatar Krimea Umerov, saat ini kondisinya telah membaik. Bellingcat mengatakan, para ahli yang memeriksa insiden itu menyimpulkan bahwa, keracunan dengan senjata kimia yang tidak ditentukan adalah penyebab paling mungkin.

Mengutip para ahli, Bellingcat mengatakan, dosis dan jenis racun yang digunakan tidak cukup untuk mengancam jiwa. Kemungkinan besar  peracunan ini bertujuan untuk menakut-nakuti para korban, dan tidak menyebabkan kerusakan permanen.

Para korban mengatakan, mereka tidak mengetahui siapa yang telah menyerang mereka dengan racun. Menurut Bellingcat, ketiga pria yang mengalami gejala keracunan tersebut hanya mengonsumsi air dan cokelat beberapa jam sebelumnya. 

Pasukan Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari. Presiden Vladimir Putin menyebut serangan ini sebagai operasi militer khusus untuk mendemiliterisasi Ukraina.

Kremlin mengatakan, Abramovich memainkan peran awal dalam pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina. Tetapi prosesnya sekarang berada di tangan tim perunding Rusia dan Ukraina. Tim negosiator kedua pihak dijadwalkan bertemu di Istanbul pada Selasa (29/3/2022) untuk pembicaraan damai secara tatap muka pertama kalinya.

Baca juga : Sebagian Muslim Chechnya dan Tatar Ikut Angkat Senjata Bela Ukraina

Kuleba mengatakan, Ukraina berharap pembicaraan di Turki berakhir dengan kesepakatan untuk menyetujui gencatan senjata. Tetapi menurut Kuleba, pemerintah Ukraina memiliki garis merah yang jelas. Mereka tidak akan menyerahkan tanah atau kedaulatan apa pun kepada Rusia.

Barat telah menjatuhkan sanksi pada sejumlah miliarder Rusia, seperti Abramovich, perusahaan Rusia dan pejabat Rusia. Sanksi ini merupakan upaya untuk memaksa Putin menarik diri dari Ukraina.

Abramovich membeli klub sepak bola Inggris, Chelsea pada 2003. Dia telah menjual klub sepak bola itu setelah terkena sanksi Barat.

Baca juga : Turki Jadi Tuan Rumah Dialog Rusia dan Ukraina

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement