REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan, pihaknya terus berupaya agar tak ada lagi pekerja anak di industri perkebunan kelapa sawit. Namun, upaya pengawasan terkendala jarak karena lokasi kebun sawit biasanya jauh dari pusat kota.
"Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan peran aktif dan kolaborasi dari pemerintah, lembaga, dunia usaha, dan serikat pekerja/serikat buruh serta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama melakukan penghapusan pekerja anak," kata Ida melalui siaran persnya, Selasa (29/3).
Pada Senin (29/3/2022), Ida telah menerima audiensi Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos di Kemnaker, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Ida menjelaskan, sektor perkebunan sawit membutuhkan pengawasan ekstra tinggi. Sebab, lokasi perkebunan sawit berada di daerah teritorial dengan kondisi geografisnya menyulitkan bagi Tim Pengawas untuk melakukan kontrol.
"Lokasi perkebunan yang sangat jauh dari kota sehingga berakibat rendahnya pengawasan dan penegakkan hukum," kata Ida.
Pemerintah juga, kata dia, terus berupaya keras mewujudkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan pada sektor industri perkebunan sawit. Dengan begitu, kesejahteraan pekerja diharapkan bisa meningkat. Pasalnya, sektor kelapa sawit merupakan salah satu industri yang berperan penting terhadap perekonomian Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja.
"Ketergantungan terhadap komoditas sawit ini sangat tinggi, baik untuk perlindungan pangan maupun keluarga. Untuk itu, Kemenaker akan berupaya mewujudkan hubungan industrial yang kondusif pada sektor perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Hubungan industrial yang kondusif itu membutuhkan sejumlah hal. Di antaranya peningkatan pemahaman hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, peningkatan komunikasi antara pekerja dan pengusaha serta Disnaker dengan pengusaha maupun pekerja, dan peningkatan kualitas SDM pada sektor perkebunan.
Lalu peningkatan peran dan fungsi LKS Bipartit di perusahaan, sehingga hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha terlindungi dan memiliki kepastian hukum melalui penerapan syarat kerja yang berkualitas. "Dengan demikian, dapat menjaga kelangsungan berusaha dan meningkatkan kesejahteraan pekerja," ujarnya.
Buruknya kondisi pekerja di perkebunan sawit kembali menjadi sorotan usai terungkapnya keberadaan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin pada Januari lalu. Terbit diketahui memperbudak puluhan hingga ratusan orang itu untuk bekerja di kebun sawit miliknya.
Mereka disuruh bekerja setiap hari tanpa digaji, hanya diberikan makan seadanya, dan disiksa. Alhasil, enam orang meninggal dunia di kerangkeng tersebut. Menurut Sawit Watch, sebuah organisasi pemerhati dampak buruk perkebunan kelapa sawit, hal itu terjadi karena minimnya pengawasan.
"Pemerintah selama ini absen dalam melakukan pengawasan di perkebunan sawit, sehingga potensi pelanggaran hak buruh sangat besar," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/1).