REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan datangnya musim dingin di beberapa negara, mereka dihadapkan pada suatu penyakit yang sulit dibedakan dari Covid-19. Salah satu yang menjadi perhatian adalah “super cold” yang juga menyerang sistem kekebalan.
Kepala Royal Australian College of General Practitioners dan kepada praktik umum di The University of Notre Dame, Dr Charlotte Hespe, mengungkap tentang perbedaan antara cold dan covid-19, dan apa artinya bagi mereka yang jatuh sakit.
Influenza atau flu sama seperti COVID-19 yaitu penyakit pernapasan yang sangat menular dan keduanya bisa memiliki banyak gejala yang sama, meski lahir dari virus yang berbeda. Cold atau infeksi saluran pernapasan atas memiliki gejala yang sebagian besar dialami dari leher ke atas misalnya, batuk, bersin, berdahak, dan mata berair.
Sementara “super cold” sebenarnya bisa lebih mirip seperti super flu, karena nyeri tubuh, kelelahan ekstrim, demam, dan sakit kepala adalah gejala yang biasanya membedakan flu dari cold.
Dr Hespe menjelaskan bahwa gejala ISPA juga merupakan gejala influenza dan COVID, sehingga terdapat tumpang tindih gejala yang membuat diagnosis penyakit menjadi sulit tanpa analisis GP. Hilangnya fungsi indera perasa dan penciuman adalah tanda peringatan terbesar COVID, tetapi sekarang kurang lazim dibandingkan dengan varian sebelumnya.
Karena gejala COVID menjadi kurang menonjol setelah beberapa vaksinasi, pilek dan COVID menjadi semakin sulit untuk dibedakan, tapi tes antigen masih merupakan cara terbaik untuk mengetahuinya. Anda bisa melakukan tes antigen mandiri atau di layanan kesehatan untuk melihat apakah itu COVID.
“Dengan begitu banyak kasus covid yang terjadi, tidak ada keraguan bahwa sebagian besar dari infeksi ini masih berupa covid,” kata Dr Hespe seperti dilansir dari 7News, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, Dr Hespe mengatakan bahwa super cold bisa membahayakan sistem kekebalan yang sensitif. Tanpa kontak dengan infeksi virus biasa selama pandemi, tubuh tidak memiliki pengingat regular agar sistem kekebalan memiliki respon yang baik.
Ada juga yang sistem kekebalan yang tidak merespon vaksin seperti yang diharapkan, dan orang itu juga bisa jatuh sakit, sehingga perlu diwaspadai.
“Sistem kekebalan lama kita yang buruk telah menjadi sedikit shock, dan orang-orang bisa menjadi cukup bergejala. Hal besar yang perlu diingat, itu bukan virus yang menyebabkan Anda masuk rumah sakit,” kata dia.
Dr Hespe juga mengatakan, virus terutama memengaruhi populasi termuda yaitu bayi dan anak-anak, serta para lansia dan orang yang memiliki gangguan sistem imun.
Ketika masuk musim flu, banyak di antara kita yang mungkin khawatir tentang bagaimana mengatasinya. Apalagi di beberapa negara seperti Australia, influenza atau flu terdeteksi pada akhir Desember hingga akhir Januari seiring dibukanya pembatasan.
Untuk bisa melewati musim flu, Dr Hespe menyarankan vaksinasi. Kelelahan vaksinasi adalah normal, tetapi suntikan flu tetap menjadi cara terbaik untuk menghindari kemungkinan kematian yang tidak perlu.
Sebagai perbandingan, berikut adalah beberapa gejala yang harus diwaspadai, untuk membantu menentukan apakah Anda terkena cold, flu, atau COVID-19.
Gejala cold: hidung berair atau tersumbat, sakit tenggorokan, batuk, dan penyumbatan.
Gejala flu: demam, batuk, sakit tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, pegal—pegal, sakit kepala.
Gejala COVID-19: sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, demam, pegal-pegal, kehilangan fungsi indera perasa dan penciuman.
Gejala Omicron: batuk, kelelahan, hidung meler dan tersumbat, keringat malam.