Rabu 30 Mar 2022 00:05 WIB

Maraknya Konten Pornografi di Ruang Digital, Hasrat Jadi Crazy Rich

Dari konten pornografi yang diproduksi, Dea OnlyFans memperoleh puluhan juta rupiah.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati.
Foto: dokpri
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa bulan terakhir aparat kepolisian mengungkap kasus konten pornografi di ruang digital atau dunia maya. Terakhir, Polda Metro Jaya mengungkap kasus konten kreator pornografi bernama Gusti Ayu Dewanti atau lebih dikenal dengan Dea OnlyFans. Diduga dari konten pornografi yang diproduksinya, Dea OnlyFans memperoleh puluhan juta rupiah per bulannya.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan, sejak pandemi Covid-19 ada peningkatan lalu lintas orang hidup di ruang digital. Salah satunya mencari hiburan yang bersifat pribadi, khusunya tayangan-tayangan porografi. Apalagi dengan kehadiran kehadiran platform-platform dari luar menawarkan inovasi dan kemudahan dalam mencari keuntungan.

"Menggunakan jasa tersebut untuk mendapatkan penghasilan ataupun bagi penikmatnya ini sudah semakin mudah," ujar Devie saat dihubungi, Selasa (29/3).

Devie menilai, maraknya konten-konten pornografi di ruang digital ada keterkaitannya dengan fenomena crazy rich di dunia maya. Mereka yang dianggap crazy rich tersebut selalu mendemontrasikan kemewahan. Sehingga dampaknya, tak sedikit orang yang termotivasi menjadi orang kaya. 

Hanya saja, karena tak mampu menggunakan jalan-jalan yang benar dan halal maka mereka berpeluang terjerumus ke dunia pornografi dan juga narkoba. "Jadi ini benang merah yang tidak bisa dipisahkan. Karena obesesi untuk bisa memiliki kehidupan mewah yang didemontrasikanb oleh orang-orang yang ternyata pembohong dan penipu, ini bisa mendorong orang melakukan hal-hal yang tidak tepat," ungkapnya.

Apalagi, lanjut Devie, kehidupan di era modern dengan suguhan alternatif, semua orang bisa mencapai sesuatu dengan lebih cepat. Walaupun dari sejarah panjang manusia, apa yang didapat dengan cepat berpeluang untuk lepas dengan cepat pula.

Namun manusia juga memiliki keinginan atau hasrat untuk mendapatkan kenikmatan dengan cara yang sangat mudah. "Jadi memang yang dimainkan adalah emosi kemanusian itu sendiri. Di sinilah pentingnya, pendidikan pelajaran moral, termasuk penegakkan hukum," tutur Devie 

Selain itu, kata Devie, platform-platform tersebut juga menawarkan berbagai fasilitas. Selain privasi dan kemudahan dalam meraup keuntungan, aplikasi sejenis OnlyFans juga dianggap lebih aman dibandingkan cara konvensional. Mulai dari kemudahan untuk bisa menyamarkan diri, lebih mudah menghindari gerakan aparat. 

Di samping itu, juga terbebas dari stigma dan terbebas dari upaya kekerasan. Tentu saja hal-hal itu tidak didapat dari praktik offline. 

Artinya, ada aspek keamanan dan aspek kesehatan yang jauh lebih baik ketika menggunakan aplikasi ini tapi tetap mampu mendatangkan uang dengan cara fleksibel. "Kareba kita bisa menentukan sendiri kapan kita akan melakukannya," ucap Devie. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement