REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemilik Chelsea, Roman Abramovich, diketahui terlibat dalam upaya negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina, yang tengah terlibat dalam konflik militer terbuka. Namun, miliarder asal Rusia itu diduga menjadi korban upaya peracunan yang dilakukan pihak tertentu.
Abramovich dilaporkan mengalami sejumlah gejala keracunan senjata kimia pasca menghadiri pertemuan dengan perwakilan Ukraina di perbatasan Ukraina dan Belarusia pada awal bulan ini. Pengusaha asal Rusia keturunan Yahudi itu dilaporkan mengalami peradangan di bagian mata dan kulit. Selain Abramovich, gejala keracunan itu juga dirasakan oleh dua negosiator dari Rusia, yang ikut dalam pertemuan tersebut.
''Namun, kondisi Abramovich dan dua negosiator Rusia itu sudah mulai membaik. Abramovich pun telah melanjutkan upaya negosiasi antara dua negara tersebut demi mengakhiri perang di Ukraina,'' tulis laporan BBC, Selasa (29/3/2022).
Berdasarkan lansiran Wall Street Journal, upaya peracunan ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok garis keras di Moskow, yang berusaha menghentikan usaha penghentian perang di Ukraina. Kendati begitu, hingga kini, belum ada pihak yang secara resmi mengaku bertanggung jawab dalam aksi peracunan tersebut.
Berselang 10 hari pasca mengalami dugaan keracunan tersebut, pengusaha yang resmi mengakuisisi The Blues pada 2003 itu dilaporkan sudah terlihat di ruang publik. Mantan anggota Duma, atau lembaga legislatif dalam sistem pemerintahan Rusia, itu sempat terlihat di sebuah bandara di ibukota Israel, Tel Aviv, pertengahan bulan lalu.
Dalam satu bulan terakhir, Abramovich dikabarkan sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan perwakilan Rusia. Bahkan, miliarder berusia 55 tahun itu juga telah bertemu secara langsung dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Abramovich disebut-sebut terlibat langsung dalam upaya pertama negosiasi damai antara Ukraina dengan Rusia.