Rabu 30 Mar 2022 03:03 WIB

Rusia akan Kurangi Operasi Militer di Ukraina

Kesepakatan dicapai dalam pertemuan damai di Istanbul.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
In this photo provided by Turkish Presidency, Russian Roman Abramovich, far second left, listens to Turkish President Recep Tayyip Erdogan during the Russian and Ukrainian delegations meeting for talks in Istanbul, Turkey, Tuesday, March 29, 2022. Erdogan called for a cease-fire as the Russian and Ukrainian delegations resumed their two days of talks in Istanbul.
Foto: Turkish Presidency via AP
In this photo provided by Turkish Presidency, Russian Roman Abramovich, far second left, listens to Turkish President Recep Tayyip Erdogan during the Russian and Ukrainian delegations meeting for talks in Istanbul, Turkey, Tuesday, March 29, 2022. Erdogan called for a cease-fire as the Russian and Ukrainian delegations resumed their two days of talks in Istanbul.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Rusia setuju untuk mengurangi operasi militer di sekitar Kiev dan Ukraina utara. Kesepakatan ini muncul dari pembicaraan antara delegasi Ukraina dan Rusia dalam pertemuan damai yang diadakan di Istanbul, Turki, pada Selasa (29/3/2022).

"Untuk meningkatkan rasa saling percaya dan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk negosiasi lebih lanjut dan mencapai tujuan akhir dari menyetujui dan menandatangani (sebuah) kesepakatan, keputusan dibuat untuk secara radikal, dengan margin besar, mengurangi aktivitas militer di arah Kiev dan Chernihiv," kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.

Baca Juga

Fomin mengatakan, Staf Umum Rusia akan mengungkapkan lebih detail tentang keputusan tersebut setelah delegasi Rusia kembali ke Moskow. Hasil pembicaraan yang diadakan di Istanbul ini adalah pertemuan tatap muka pertama antara kedua pihak sejak 10 Maret.

Selain keputusan pengurangan dari pihak Rusia, usulan Ukraina untuk setuju tidak bergabung dengan aliansi atau pangkalan tuan rumah pasukan asing pun disampaikan secara terbuka. Meski begitu, Kiev akan memiliki keamanan yang dijamin serupa dengan "Pasal 5" klausul pertahanan kolektif NATO.

"Kami tidak akan menjadi tuan rumah pangkalan militer asing di wilayah kami, serta mengerahkan kontingen militer di wilayah kami, dan kami tidak akan masuk ke dalam aliansi militer-politik," kata perunding Ukraina Oleksander Chaly.

Latihan militer akan dilakukan dengan persetujuan negara-negara penjamin. Kedua pihak yang melakukan pembicaraan mengidentifikasi Israel dan anggota NATO Kanada, Polandia, dan Turki sebagai negara yang dapat membantu memberikan jaminan tersebut. Rusia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Italia juga dapat memberikan jaminan yang sama.

Usulan itu akan mencakup periode konsultasi 15 tahun tentang status Krimea yang dicaplok Rusia. Para Perunding membahas, keputusan itu hanya bisa berlaku jika terjadi gencatan senjata lengkap.

Nasib wilayah Donbas tenggara akan disisihkan untuk dibahas oleh para pemimpin Ukraina dan Rusia. Setiap kesepakatan damai akan membutuhkan referendum di Ukraina.

"Jika kita berhasil mengkonsolidasikan ketentuan-ketentuan kunci ini ... maka Ukraina akan berada dalam posisi untuk benar-benar memperbaiki statusnya saat ini sebagai negara non-blok dan non-nuklir dalam bentuk netralitas permanen," kata Chaly.

Negosiator top Rusia Vladimir Medinsky mengatakan, akan memeriksa proposal Ukraina dan melaporkannya kepada Presiden Vladimir Putin. Sedangkan negosiator Ukraina menyerukan pertemuan antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.

Baca juga : Puluhan Diplomat Rusia Diusir dari Eropa

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement