REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyatakan jasa logistik diperlukan untuk mewujudkan prospek bisnis penangkapan ikan senilai Rp 241 triliun per tahun. Nilai ini berdasarkan jumlah kuota untuk industri dalam Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur di enam zona yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kuota penangkapan ikan untuk industri ditetapkan sebanyak 5.991.562 ton per tahun. Angka ini dihitung dari 82 persen jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 9.901.879 ton per tahun yang ditentukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).
KKP menerapkan kebijakan sistem kuota penangkapan ikan dan zonasi agar pemanfaatan sumber daya ikan dapat sesuai dengan daya dukungnya. Kuota penangkapan diberikan untuk industri, nelayan lokal, dan tujuan non-komersial.
Kebijakan itu mempertimbangkan ekologi dan ekonomi, serta merupakan bagian dari komitmen Indonesia kepada dunia dalam implementasi ekonomi biru dan meningkatkan kontribusi Indonesia dalam melestarikan ekosistem laut dunia.
Setijadi mengatakan, salah satu peranan dan tantangan jasa logistik adalah meminimalisasikan risiko kerusakan komoditas perikanan yang diperkirakan sebesar 12 persen dalam proses distribusinya di Indonesia.
"Dalam proses distribusi ini, dibutuhkan peranan penyedia jasa logistik untuk menerapkan rantai dingin atau cold chain," katanya dalam Siaran Pers, Selasa (29/3/2022).
Berdasarkan data FAO, kerusakan komoditas perikanan sebesar 35 persen yang terjadi sepanjang rantai pasoknya dari tahap penangkapan, pasca penangkapan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi.
Setijadi mengapresiasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 58 Tahun 2021 tentang Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) memperbarui Permen KP No. 5 Tahun 2014.
SLIN diatur lebih komprehensif meliputi pengembangan jaringan distribusi dan pengelolaan sistem distribusi untuk mempertahankan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Diatur juga pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana distribusi, kelembagaan distribusi, pasokan dan permintaan, sistem informasi, dan peran pemda.
Permen terbaru juga mengatur tahapan pelaksanaan kegiatan lebih rinci. Misalnya, penjelasan cara distribusi ikan yang baik, mencakup standar higienis, teknik penanganan, teknik pengemasan dan pelabelan, teknik distribusi ikan, serta standar prasarana, sarana, dan fasilitas.
Setijadi menyatakan, selain menunjukkan keseriusan dan konsistensi KKP dalam pengembangan logistik sektor perikanan, pembaruan SLIN juga diperlukan untuk mengadaptasi perkembangan bisnis dan tantangan sektor perikanan secara global.
"SCI mendukung peningkatan pengaturan SLIN dalam bentuk Perpres mengingat implementasi SLIN membutuhkan dukungan lintas kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, di samping para pelaku usaha dan penyedia jasa logistik," katanya.