Rabu 30 Mar 2022 10:11 WIB

Minyak Goreng di Kota Bogor Terbatas, Ketua DPRD Sorot Kebijakan Mendag

Tidak benar data Kemendag yang menyatakan stok minyak goreng melimpah.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (17/1/2022).
Foto: istimewa
Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (17/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, Atang Trisnanto menilai, relaksasi harga minyak goreng kemasan yang dilakukan pemerintah pusat agar dapat ditentukan oleh pasar hingga jelang Ramadhan 1443 Hijriah tidak banyak menolong ketersediaan bahan pokok pangan masyarakat. Buktinya, jumlah minyak goreng di pasaran masih terbatas.

"Instrumen kebijakan yang dikeluarkan terakhir melalui SE Mendag Nomor 9 Tahun 2022 tidak akan banyak menormalisasi keadaan jika diserahkan ke mekanisme pasar. Buktinya harga langsung melonjak sekitar Rp 24 ribu per liter bahkan lebih," kata Atang di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/3/2022).

Menurut Atang, jika benar data Kementerian Perdagangan (Kemendag) stok minyak goreng melimpah, tidak mungkin harga melonjak tajam dalam waktu hitungan hari memasuki Ramadhan. Apalagi, minyak goreng curah yang kini disubsidi juga kosong di pasar tradisional. Pedagang dan agen yang dibatasi stok tidak mampu menyediakan bebas minyak goreng bagi masyarakat umum, melainkan hanya untuk langganannya.

Pada 16 Maret 2022 telah terbit Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Curah. Harga ditetapkan Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kilogram yang sebelumnya HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter. Sementara, Surat Edaran (SE) Nomor 9 tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium juga telah diterbitkan.

Kini harga kedua jenis minyak goreng itu diserahkan pada mekanisme pasar yang berarti mencabut HET sebelumnya yakni premium Rp 14 ribu dan kemasan sederhana Rp 13.500 per liter. Kalau kemudian masalah ada di distribusi, kata Atang, mudah bagi pemerintah untuk bisa menelusuri jika dilakukan secara serius karena jalur distribusi Indonesia mudah diketahui jalur-jalurnya.

Atang menyampaikan, menjadi ironis di sebuah negeri penghasil CPO terbesar di dunia, tapi bermasalah dalam pemenuhan minyak goreng. Dia berpendapat, menguatkan pengawasan distribusi di hilir juga tidak efektif. Atang meyakini pastikan sistem distribusi mulai dari hulu hingga hilir yang lancar dan yang nakal beri hukuman tegas.

Langkah lain, sambung dia, untuk jangka pendek adalah paksa produsen besar untuk potong jalur distribusi. Pemerintah yang langsung tangani pasar-pasar murah minyak goreng. Libatkan semua pemerintah daerah untuk melakukan operasi pasar murah (OPM). "Jika keadaan mulai membaik, evaluasi menyeluruh mulai dari alokasi CPO, produksi migor, hingga jalur distribusinya," kata Atang.

Politikus PKS tersebut menuturkan, OPM oleh pemerintah adalah langkah darurat dan taktis yang harus segera diambil karena pemerintah punya kekuasaan untuk memberi solusi bagi masyarakat yang sudah menderita berbulan-bulan. "Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Mau sampai kapan kita tega terhadap kesulitan warga. Setelah mulai normal kembali, bisa kembali ke pasar," ujar Atang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement