REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaya Suprana menarik permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi. Hal itu diungkapkan MK dalam sidang pengucapan ketetapan perkara nomor 16/PUU-XX/2022 pada Selasa (29/3).
Ketua MK Anwar Usman mengatakan, pihaknya telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap perkara tersebut. Namun, pada 14 Maret 2022, MK menerima surat perihal permohonan pencabutan pengujian Pasal 222 UU Pemilu dari Jaya Suprana selaku pemohon.
Terhadap permohonan penarikan kembali perkara tersebut, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) menetapkan, pencabutan atau penarikan kembali tersebut beralasan hukum. Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, terkait pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan MK dilakukan.
"Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon," ujar Anwar dalam persidangan yang diakses melalui siaran langsung Youtube MK, Selasa.
Selain itu, MK menyatakan pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo. Sebelumnya, Jaya Suprana tercatat menjadi pemohon perkara nomor 16/PUU-XX/2022 terhadap uji materi Pasal 222 UU Pemilu mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presdential threshold.
Jaya Suprana menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan tanpa kuasa hukum pada 8 Maret 2022. Dia mendalilkan Pasal 222 UU Pemilu membatasi hak warga negara untuk maju dalam pencalonan wakil presiden.
"Dengan adanya peraturan presidential threshold ini hasrat tidak ingin melanjutkan karena tidak memiliki akses ke partai politik dan tidak memiliki dana," kata Jaya.
Pasal 222 UU Pemilu berbunyi, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Dalam petitumnya, Jaya meminta MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.