REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai lama tidak digantinya gorden rumah dinas anggota DPR yang disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar tidak bisa jadi alasan perlunya pengadaan gorden. Menurutnya jika kebutuhan gorden memang ada pada beberapa rumah, tak seharusnya sekjen DPR membawanya dalam skema proyek.
"DPR punya skema perawatan yang tak harus dikemas dalam bentuk proyek," kata Lucius kepada Republika, Rabu (30/3/2022).
Lucius menuturkan, ketika pengadaan gorden dibuat dalam skema proyek, maka ada hitung-hitungan untung-rugi pada perusahaan yang akan mengerjakan proyek tersebut. Hitung-hitungan proyek dinilai membuat harga barang tersebut menjadi sangat mahal.
"Apalagi kalau ada kongkalikong antara pengusaha dan penanggungjawab proyek di Sekjen DPR, maka anggaran besar itu sangat mungkin tak mencerminkan realitas harga gorden di pasaran," ujarnya.
Selain itu, Lucius menganggap proyek pengadaan gorden tersebut juga tak memperhitungkan fakta di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa sebagian rumah dinas anggota tak ditempati oleh anggota DPR itu sendiri.
"Fakta ini membuat pengadaan gorden jadi musafir karena tak akan dinikmati oleh anggota DPR yang menjadi target utama pengadaan Sekjen DPR," ucapnya.
Ia pun menyayangkan kontroversi proyek fantastis yang selalu berulang di DPR. Banyak fasilitas yang mungkin kerusakannya hanya perlu sedikit dana untuk perbaikan. Tetapi karena harus diproyekkan, maka dirancanglah skema proyek dengan anggaran yang besar.
"Maka kadang terdengar banyak fasilitas yang sengaja dirusak demi kepentingan pelaksanaan proyek," ujar dia.
"Jadi ada semacam upaya untuk melahirkan proyek dengan anggaran besar dari DPR yang membuat proyek gorden ini lebih terlihat sebagai upaya memenuhi ambisi proyek ketimbang sebagai sebuah kebutuhan nyata anggota DPR," imbuhnya.
Lucius menilai rencana pengadaan gorden dan proyek fantastis di DPR lainnya perlu ditolak. Apalagi proyek tersebut dilakukan di tengah situasi dan tuntutan ekonomi bangsa yang masih tertatih-tatih menghadapi pandemi dan dampaknya.
Karena itu, Formappi menilai DPR harus bisa memutuskan secara bijak terkait rencana pengadaan gorden seilai Rp 48 Miliar tersebut. "Keputusan akhir soal proyek ini akan sangat menentukan citra DPR di depan publik. Jika mereka masa bodoh, dan membiarkan proyek fantastis ini menggerogoti keuangan negara, maka citra DPR akan terus merosot. Begitupun sebaliknya. Kuasa ada di tangan DPR, kini kita hanya perlu menunggu tindaklanjut saja," tegasnya.
Diketahui pagu anggaran pengadaan gorden untuk 505 rumah dinas senilai Rp 48.745.624.000. Untuk harga perkiraannya termasuk dengan PPN 11 persen sebesar Rp 45.767.446.332.
"Hanya untuk 505 unit rumah itu per rumahnya rata rata sekitar 80 juta sekian dengan pajak 90 jutaan per rumah," kata Sekjen DPR, Indra Iskandar dalam konferensi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022).
Indra mengungkapkan pengadaan gorden dilakukan dengan mekanisme lelang terbuka. Ia juga memastikan gorden yang nantinya dipakai adalah gorden produksi dalam negeri sebagaimana ditegaskan dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS).