REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Koalisi Arab Saudi yang bertempur di Yaman melawan Houthi mengumumkan gencatan senjata sepihak. Walaupun kelompok yang didukung Iran menolak usulan tersebut. Arab Saudi mengusulkan untuk menangguhkan perang mulai dari pukul 06.00 pagi menjelang bulan suci Ramadhan.
Langkah serupa dilakukan setiap tahun tapi selalu gagal, dan belum ada konfirmasi independen apakah pertempuran antara pasukan yang dipimpin Arab Saudi dan pemberontak Houthi akan berhenti. Gencatan senjata ini diumumkan pada Selasa (29/3/2022).
Keberhasilan gencatan senjata sudah dipertanyakan sejak awal sebab Houthi menolak terlibat dalam pertemuan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) di Arab Saudi yang membahas perang Yaman. Houthi menolak berpartisipasi karena pertemuan diadakan di wilayah musuh.
Pejabat Houthi Mohammed al-Bukaiti menolak tawaran tersebut. Karena koalisi Arab Saudi masih menutup bandara di Sana'a dan pelabuhan-pelabuhan di Yaman.
"Bila blokade tidak dicabut, deklarasi koalisi agresi untuk menghentikan operasi militer tidak ada artinya karena penderitaan rakyat Yaman atas blokade lebih berat dari perang itu sendiri," tulisnya di Twitter Rabu (30/3/2022).
PBB dan dan berbagai pihak sudah mendesak gencatan senjata menjelang bulan suci Ramadhan yang tampaknya akan dimulai pada pekan ini. Enam negara anggota GCC: Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menggelar pertemuan di Riyadh. Pertemuan itu akan dilanjutkan pada 7 April.
Perang Yaman di mulai 2014 ketika pemberontak Houthi menggulingkan pemerintahan di Sana'a. Kemudian memaksa Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi yang terpilih pada 2012 diasingkan.
Pada Maret 2015 koalisi yang dipimpin Arab Saudi menggelar operasi intervensi untuk mengembalikan pemerintahan yang terpilih berkuasa. Tapi perang berlangsung selama bertahun-tahun dan mendorong Yaman ke jurang kelaparan.
Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata mencatat perang Yaman telah menewaskan 150 ribu orang. Termasuk para kombatan dan sipil, angka rakyat sipil yang tewas dalam perang ini mencapai 14.500 orang.
Serangan udara koalisi Arab Saudi menewaskan ratusan rakyat sipil dan menghancurkan infrastruktur negara itu. Sementara Houthi menjadikan anak-anak sebagai tentara dan menanam ranjau di seluruh negeri.