Rabu 30 Mar 2022 21:31 WIB

Imam Shamsi Ali Ungkap Trauma Barat Terhadap Islam dan Kesultanan Ottoman

Kejayaan Islam dan Ottoman menjadi trauma tersendiri buat negara-negara Barat

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali, menyatakan kejayaan Islam dan Ottoman menjadi trauma tersendiri buat negara-negara Barat
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali, menyatakan kejayaan Islam dan Ottoman menjadi trauma tersendiri buat negara-negara Barat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA— President of Nusantara Foundation Prof Imam Shamsi Ali mengatakan, Islamofobia telah menjadi catat sejarah yang menakutkan bagi dunia Barat khususnya Amerika Serikat.  

"Di Amerika Serikat sendiri bahkan Barat secara umum, Islamofobia ini sudah menjadi catatan sejarah dan ini menjadi catatan yang cukup membuat trauma bagi masyarakat Barat dan Amerika khususnya, bahwa jangan-jangan Islam ini akan kembali lagi menjadi kuat," kata Shamsi Ali, saat menjadi pembicara bersama Majelis Ulama Indonesia dengan tema Turn Back Islamofobia, secara daring, Rabu (30/3/2022).  

Baca Juga

Pada kesempatan tersebut, Imam Shamsi Ali menceritakan hasil kunjungannya ke beberapa ke-9 negara di Eropa, salah satunya Polandia dan Serbia.

Di antara sembilan negara yang dia kunjungin hanya Serbia yang memikat hatinya karena di sana masih ada ada bekas-bekas kerajaan Islam yang diabadikan. 

"Satu hal yang menarik di sana ternyata  begitu banyak sisa-sisa Islam masa lalu di negara-negara penguasaan Islam yang justru menjadi negara komunis," katanya. 

Di Serbia kata dia, misalnya di sana ada tempat yang tertata dengan baik dan telah dijadikan museum tempat tahanan Khalifah Utsmani di masa lalu. Tempat ini sebagai pengingat kepada masyarakatnya bahwa kerajaan Islam pernah berkuasa di negara tersebut. 

"Dan ini semua ternyata sengaja diabadikan untuk membangun kesadaran kepada masyarakat Barat agar berhati-hati dengan kebangkitan Islam," katanya.  

Imam Shamsi mengatakan, ketika berada di Serbia dan ingin membeli kopi, maka jangan sekali-kali menyertakan nama Turki, karena meski di sana kopi terbaik adalah kopi Turki, mereka masyarakatnya trauma menyebutkan nama Turki karena terkait dengan Kesultanan Utsmaniyah. 

"Sehingga satu contoh kecil yang selalu saya ingat di Serbia itu kalau kita ingin membeli kopi, jangan mengatakan kopi Turki, karena itu menjadi trauma bagi mereka, karena ketika kata Turki didengarkan maka ada nama Ottoman Empire," katanya. 

Hal ini menurutnya berimbas kepada ketakutan kepada Islam, dari sinilah muncul komunitas politisi berkulit putih yang membenci Islam. Di sinilah mereka menggelorakan narasi-narasi membenci terhadap Islam.  

"Oleh karenanya ini membangkitkan politisi-politisi ekstrem kulit putih seperti Donald Trump di Amerika yang sedang dikuasai oleh mereka politician extreme white termasuk Australia misalnya," katanya. 

Baca juga: Tentara Israel Paksa Diplomat Muslim Taiwan Baca Alquran

Meski Islam selalu dinarasikan jahat dan menakutkan oleh sebagian politisi kulit putih, tetapi Islam tetap diterima masyarakat Barat, khususnya masyarakat di luar kulit putih. Hal ini, kata dia, menjadi penyebab di mana kaum kulit putih eksistensinya semakin menurun sementara non kulit putih semakin meningkat.

"Imigran yang datang menjadi ketakutan bagi dunia Barat walaupun mereka sendiri yang membuat peperangan di Iran, Afganistan yang menyebabkan para imigran datang ke dunia barat," katanya. 

Dan ini, kata Imam Shamsi Ali, justru kedatangan imigran ini menjadikan mereka ketakutan dan sekaligus sadar bahwa Islam telah bangkit kembali di wilayah barat. Keadaan ini adanya agenda ekstrem kulit putih seperti Donald Trump dan lain sebagainya pembasmian terhadap saudara-saudara Muslim di Salandia Baru. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement