REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta Komisi III DPR dapat segera menyelesaikan dua rancangan undang-undang guna membantu proses pemberantasan korupsi. Keduanya adalah RUU Perampasan Aset dan RUU Penyadapan.
"Pertama adalah pengesahan rancangan undang-undang perampasan aset, yang kedua adalah rancangan undang-undang penyadapan," ujar Firli dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (30/3/2022).
RUU Perampasan Aset dan RUU Penyadapan diketahui tak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022. DPR hanya memasukkan kedua RUU tersebut dalam Prolegnas jangka panjang.
"KPK memang masih berharap dan terus berharap, mohon dukungan kepada Komisi III DPR RI terkait dengan dua rancangan undang-undang yang sampai hari ini kita tunggu," ujar Firli.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah disebut akan segera mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mahfud menyebut, hal ini dilakukan lantaran DPR tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
Ia mengatakan, sebenarnya pada tahun 2021, pemerintah sudah mengajukan dua RUU terkait dengan pemberantasan korupsi, yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau Uang Tunai. Namun, sambung dia, dua rancangan itu ternyata tidak masuk dalam prioritas DPR.
Meski demikian, Mahfud menuturkan, DPR dan pemerintah sepakat, jika kedua rancangan tersebut tidak masuk dalam prioritas parlemen, maka hanya satu rancangan yang dipertimbangkan untuk menjadi prioritas, yakni RUU Perampasan Aset.
"Waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja gitu bahwa oke yang Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022," ujar dia.