REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Beberapa prajurit Rusia mencari bantuan hukum untuk menghindari tugas perang ke Ukraina. Sebelumnya 12 anggota Garda Nasional Rusia dipecat karena menolak tugas perang ke Ukraina.
Pengacara Mikhail Benyash mengatakan, sekitar 200 prajurit Garda Nasional telah melakukan kontak untuk menanyakan apa yang harus mereka lakukan jika tidak mau menjalankan tugas perang ke Ukraina. Ssmentara pengacara lainnya, Pavel Chikov yang berbasis di Rusia, menulis di Telegram bahwa, kisah serupa dari Krimea, Novgorod, Omsk, Stavropol, yaitu para prajurit yang meminta bantuan hukum.
Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi permintaan bantuan hukum tersebut. Sementara Garda Nasional Rusia tidak memberikan komentar.
Chikov mengatakan, pada 25 Februari, sehari setelah invasi, seorang komandan Garda Nasional di wilayah Krasnodar selatan dan 11 orang dari kompinya menolak untuk mengikuti perintah menyeberangi perbatasan ke Ukraina. Garda Nasional di wilayah Krasnodar mengatakan, perintah itu ilegal karena mereka tidak memiliki paspor internasional. Sementara pekerjaan utama mereka hanya terbatas di Rusia.
"Mereka percaya bahwa mereka akan melanggar hukum dengan pergi ke luar negeri sebagai bagian dari kelompok bersenjata," tulis Chikov di akun Telegramnya.
Reuters tidak dapat memverifikasi akun Telegram itu secara independen. Rusia membentuk Garda Nasional pada 2016 untuk memerangi terorisme dan kejahatan terorganisir.
Sejak itu, Garda Nasional bertugas untuk menindak protes antipemerintah. Pada 2020 Garda Nasional ditempatkan dalam keadaan siaga oleh Presiden Vladimir Putin, untuk meredam kerusuhan di Belarus.
Pejabat Ukraina dan Barat mengatakan bahwa, pasukan Rusia mengalami moral yang sangat rendah dalam operasi militer khusus untuk melucuti persenjataan di Ukraina. Barat menganggap operasi militer Rusia sebagai perampasan tanah bergaya kekaisaran, yang dieksekusi dengan buruk.
Rusia gagal merebut kota-kota besar selama hampir lima minggu setelah melancarkan invasi di Ukraina. Pejabat tinggi hak asasi manusia PBB mengatakan, Moskow telah membom 50 rumah sakit, termasuk rumah dan sekolah di seluruh Ukraina.
Baca juga : Intelijen Inggris: Tentara Rusia Mulai Tolak Perintah Perang di Ukraina