REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta menanggapi soal pernyataan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang menyatakan akan memberikan dukungan perpanjangan masa jabatan kepada Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode. Anis menilai dukungan Apdesi tersebut merupakan upaya yang terkesan dipaksakan.
"Dukungan rakyat terhadap ide penundaan pemilu ini relatif sangat kecil, hampir tidak ada. Tapi pada waktu yang sama kita menyaksikan sebagian elit memaksakan, seperti memaksakan jalannya ide ini (penundaan pemilu) dengan berbagi macam instrumen, misalnya kalau penggalangan Apdesi ini, ini kan salah satu bentuk penggalangannya," kata Anis dalam diskusi daring, Rabu (30/3/2022).
Anis mengatakan, upaya perpanjangan masa jabatan dinilai akan sulit terealisasi meski terlihat mudah dilakukan. Sebab, kalau penolakan sudah terlalu kuat dari masyarakat dan kemudian ada pemaksaan, berarti ada perceraian antara elit dengan rakyat.
"Elit dengan rakyat bercerai dengan rakyat karena orang tidak bisa lagi memahami apa yang dirasakan oleh publik, apa yang digalaukan oleh publik, kekhawatiran, kemarahan, kesedihan publik ini benar-benar diabaikan sama sekali. Di luar dari fakta bahwa ini akan merusak dan merupakan disrupsi besar terhadap proses demokrasi yang baru berjalan hampir 25 tahun," ujarnya.
Dirinya mengingatkan kembali ide pembatasan masa jabatan lantaran Presiden Soeharto dulu karena dianggap terlalu lama menjabat. Ia menambahkan, hampir seluruh presiden kuat mengakhiri kekuasaanya dengan tragedi.
"Di sini ada asumsi yang menurut saya ini bias ya, ide kalau satu presiden punya program yang bagus kemudian berhenti karena masa jabatan habis nanti tidak akan dilanjutkan, menurut saya ini ide yang sangat absurd," kata dia.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, menilai ada narasi populisme kepemimpinan yang dibangun melalui dukungan yang disampaikan Apdesi. Narasi itulah yang nantinya akan menjadi legitimasi kebutuhan untuk penundaan pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden jadi tiga periode.
"Dan itu banyak dimanfaatkan oleh motif-motif tersebut menjadi startegi yang digunakan oleh negara-negara, terutama negara otoriter untuk menghindari pembatasan masa jabatan," kata dia.
Titi menjelaskan, pembatasan masa jabatan presiden bisa dilakukan dengan empat cara. Pertama melalui amandemen konstitusi, kedua, membuat konstitusi baru. Kemudian yang ketiga place holder president atau penempatan presiden boneka untuk menjalankan kekuasaan dikendalikan oleh orang lain. Lalu yang keempat, yaitu menunda pemilu.
"Di situlah kemudian amandemen konstitusi dilakukan pembentukan konstitusi baru didorong untuk dilakukan, penempatan presiden boneka, sampai penundaan pemilu," kata dia.