Kamis 31 Mar 2022 16:20 WIB

Menaker Ida: PMI Perempuan Rentan Jadi Korban Eksploitasi 

Padahal, PMI perempuan berkontribusi besar menambah devisa negara.

Rep: Febryan. A/ Red: Ratna Puspita
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan paparannya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022). Rapat tersebut membahas kesiapan dan perkembangan penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan implementasi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan paparannya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022). Rapat tersebut membahas kesiapan dan perkembangan penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan implementasi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan sangat rentan menjadi korban eksploitasi, pelecehan seksual, dan pelanggaran hak ketenagakerjaan selama bekerja di negeri orang. Padahal, PMI perempuan berkontribusi besar menambah devisa negara. 

Ida menjelaskan, Crisis Center BP2MI menerima 12.508 kasus pengaduan sejak 2017 hingga Oktober 2019. Mayoritas pengadu adalah pekerja rumah tangga yang didominasi perempuan, dan Anak Buah Kapal. 

Baca Juga

"Pada umumnya permasalahan yang diadukan terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja termasuk gaji tidak dibayar, jam kerja yang panjang, bekerja tidak sesuai dengan kontrak kerja, over charging (biaya penempatan), penipuan peluang kerja, pelecehan, kekerasan, dan tindak pidana perdagangan orang," ujar Ida dalam siaran persnya, Kamis (31/3/2022). 

Melihat kondisi demikian, kata Ida, Kemenaker membuat buku "Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang Responsif Gender". Buku hasil kolaborasi dengan Tim International Labour Organization (ILO) Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) itu diluncurkan di Kantor Kemenaker, Rabu (30/3). 

Ida menjelaskan, kehadiran buku ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan tentang urgensi dan upaya Pemerintah Indonesia dalam memastikan tata kelola migrasi tenaga kerja responsif gender dan juga responsif Covid-19. Menurut Ida, buku ini merupakan hasil penelitian dan temuan kondisi lapangan oleh para peneliti. 

Dalam buku ini, terdapat rekomendasi yang dapat dijadikan masukan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan PMI secara terpadu, holistik dan berkesinambungan. "Pemaknaan responsif gender bukan memberikan keistimewaan bagi perempuan pekerja migran dan mendiskriminasi laki-laki. Tetapi bagaimana menerapkan prinsip 'kesetaraan dan keadilan gender' serta persamaan hak bagi semua pekerja migran," kata Ida. 

Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), total terdapat 4,4 juta PMI yang tersebar di sejumlah benua. Sebanyak 886 ribu di Eropa dan Timur Tengah, 3,4 juta orang di Asia dan Afrika, serta 87 ribu orang di Amerika dan negara-negara Pasifik. 

Negara tujuan penempatan terbanyak adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan dan Saudi Arabia. Sementara data Bank Indonesia tahun 2018 menunjukkan, remitansi PMI mencapai Rp 153,6 triliun. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement