Kamis 31 Mar 2022 23:15 WIB

PBB Apresiasi Peran Turki dalam Pembicaraan Rusia-Ukraina

PBB berterima kasih kepada Turki atas perannya menengahi pembicaraan Rusia-Ukraina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Dalam foto yang disediakan oleh Kepresidenan Turki, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, tengah, memberikan pidato untuk menyambut delegasi Rusia, kiri, dan Ukraina menjelang pembicaraan mereka, di Istanbul, Turki, Selasa, 29 Maret 2022. Wajah pertama- pembicaraan tatap muka dalam dua minggu antara Rusia dan Ukraina akan dimulai Selasa, meningkatkan harapan yang berkedip-kedip untuk mengakhiri perang yang telah menjadi kampanye gesekan berdarah.
Foto: AP/Turkish Presidency
Dalam foto yang disediakan oleh Kepresidenan Turki, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, tengah, memberikan pidato untuk menyambut delegasi Rusia, kiri, dan Ukraina menjelang pembicaraan mereka, di Istanbul, Turki, Selasa, 29 Maret 2022. Wajah pertama- pembicaraan tatap muka dalam dua minggu antara Rusia dan Ukraina akan dimulai Selasa, meningkatkan harapan yang berkedip-kedip untuk mengakhiri perang yang telah menjadi kampanye gesekan berdarah.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – PBB menyampaikan terima kasih kepada Turki atas perannya menengahi pembicaraan antara Rusia dan Ukraina. Konflik kedua negara tersebut telah berlangsung lebih dari sebulan.

Juru bicara PBB Stephanie Dujarric mengungkapkan, PBB terus mendorong keberhasilan pembicaraan antara perwakilan Rusia dan Ukraina baru-baru ini di Istanbul. “Kami juga sangat berterima kasih atas upaya Turki dalam hal itu dan kami berharap pernyataan serta janji yang kami dengar berubah menjadi tindakan nyata di lapangan, yang berarti membungkam senjata,” katanya pada Rabu (30/3/2022), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Pada Selasa (29/3/2022) lalu, perwakilan Rusia dan Ukraina bertemu dan melakukan pembicaraan damai di Istanbul. Setelah pertemuan itu, Rusia telah berjanji akan secara drastis mengurangi operasi militernya di sekitar Kiev dan kota Chernihiv, Ukraina. Sementara Ukraina siap menjadi negara non-blok dan non-nuklir asalkan memperoleh jaminan keamanan.

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan Rusia telah memutuskan untuk mengurangi pertempuran di dekat Kiev dan Chernihiv guna menciptakan kondisi dialog. Sementara itu, negosiator Ukraina mengatakan, mereka telah mengusulkan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan aliansi atau pangkalan tuan rumah pasukan asing. Namun Ukraina menghendaki jaminan keamanan yang mirip dengan “Pasal 5” klausul pertahanan kolektif Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Ukraina mengidentifikasi Israel serta anggota NATO, yakni Kanada, Polandia, dan Turki sebagai negara yang dapat membantu memberikan jaminan tersebut. Usulan juga akan mencakup periode konsultasi 15 tahun tentang status Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014. Proposal hanya bisa berlaku jika terjadi gencatan senjata lengkap.

Proposal Ukraina adalah yang paling rinci dan konkret yang telah ditayangkan secara publik oleh Kiev. "Jika kami berhasil mengkonsolidasikan ketentuan-ketentuan utama ini, dan bagi kami ini adalah yang paling mendasar, maka Ukraina akan berada dalam posisi untuk benar-benar memperbaiki statusnya saat ini sebagai negara non-blok dan non-nuklir dalam bentuk netralitas permanen," kata negosiator Ukraina Oleksander Chaly kepada awak media di Istanbul.

"Kami tidak akan menjadi tuan rumah pangkalan militer asing di wilayah kami, serta mengerahkan kontingen militer di wilayah kami, dan kami tidak akan masuk ke dalam aliansi militer-politik," ujar Chaly menambahkan.

Para perunding Ukraina mengatakan ada cukup bahan dalam proposal mereka untuk menjamin pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Negosiator utama Rusia Vladimir Medinsky mengatakan dia akan memeriksa proposal Ukraina dan melaporkannya kepada Putin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement