Kamis 31 Mar 2022 20:28 WIB

Ini Penjelasan Kemenkes Soal Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan

Cukai minuman berpemanis salah satu instrumen untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Ilustrasi minuman kemasan. Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ackhmad Afflazir mengatakan, rencana penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) telah lebih terkoordinasi saat ini.
Foto: Pixabay
Ilustrasi minuman kemasan. Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ackhmad Afflazir mengatakan, rencana penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) telah lebih terkoordinasi saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ackhmad Afflazir mengatakan, rencana penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) telah lebih terkoordinasi saat ini. Sebelumnya, koordinasi pemerintah mengenai MBDK masih terpecah.

"Dulu mungkin koordinasi pemerintah terpecah, sekarang sudah satu visi misi, bahwa ini harus digolkan. Apalagi pandemi, dan penyakit katastropik memberatkan hasil akhir Covid-19 sehingga pengeluaran negara semakin besar," kata Afflazir dalam "Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Cukai MBDK" daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga

Penerapan cukai MBDK juga sejalan dengan transformasi pembiayaan kesehatan, salah satunya dengan menjadikan cukai MBDK alat penurun penyakit tidak menular (ptm) dan sumber baru dari program pencegahan penyakit kronis. Ia menambahkan Kementerian Kesehatan sudah melakukan langkah advokasi yang melibatkan Kementerian dan Lembaga lain sejak 2021 dengan penyerahan policy paper kepada Komisi XI DPR RI.

"Tim yang saat ini memang sudah seiring sejalan bekerja sama dengan Kemenkeu. Itu bedanya dengan sebelumnya," kata Afflazir.

Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno mengatakan pemerintah akan membahas penerapan cukai MBDK dengan DPR RI pada penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. "Yang perlu kita lakukan dalam waktu dekat adalah, setelah kita dapat arahan pasti dari Bu Menkeu, apakah akan kita segera eksekusi, kita akan segera sampaikan surat permohonan persetujuan dari Komisi XI DPR," kata Sarno.

Menurut dia, kalau kebijakan ini cepat disetujui oleh DPR RI, penerapan cukai tersebut bahkan bisa masuk dalam rencana APBN Perubahan 2022. Ia memastikan perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai, terutama produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dengan mengandung garam, gula, dan lemak tinggi telah sesuai dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.

Manager Riset Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) Gita Gusnadi menyebut penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebesar 20 persen dapat menurunkan konsumsi MBDK hingga 24 persen. Penurunan tingkat konsumsi tersebut pun diperkirakan dapat menurunkan risiko obesitas dan diabetes di Indonesia.

Pakar Advokasi CISDI Abdillah Ahsan mengatakan pengenaan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp2,7 triliun sampai Rp6,2 triliun per tahun. CISDI merekomendasikan tarif cukai MBDK dihitung berdasarkan kandungan gula sebesar 20 persen secara komprehensif, dan besaran cukainya ditingkatkan setiap tahun.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendukung rencana penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang merupakan salah satu instrumen untuk menjaga kesehatan masyarakat. "Cukai MBDK salah satu instrumen negara untuk melindungi hak kesehatan konsumen atau masyarakat, agar masyarakat mendapatkan produk sehat menurut standar kesehatan," kata Tulus Abadi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement