REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencatat sebanyak 5.000 nama yang masuk dalam daftar larangan melakukan pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Para pemilik nama masuk daftar hitam karena tidak mematuhi aturan membawa kembali sampahnya saat turun mendaki.
"Banyak yang tidak boleh mendaki, ada 5.000 orang yang masuk dalam daftar hitam (black list) sejak 2020-2021. Mereka tidak bisa membeli tiket pendakian lewat aplikasi e-Rinjani," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Dedy Asriady, Kamis (31/3/2022).
Ia mengatakan, orang yang masuk dalam daftar hitam larangan mendaki tersebut berasal dari berbagai daerah. Namun sebagian besar adalah warga lokal. Mereka tidak boleh melakukan pendakian Gunung Rinjani selama dua tahun terhitung sejak 2021 dan 2022.
"Jadi tahun depan baru mereka bisa melakukan pendakian karena mereka masuk daftar hitam pada 2020," kata dia.
Dedy menegaskan, setiap orang yang akan melakukan pendakian Gunung Rinjani diperiksa dan dicatat dalam aplikasi e-Rinjani. Tidak hanya nama orang, namun juga barang bawaan yang bisa menjadi sampah.
"Jadi, ada pemeriksaan pakai e-Rinjani, di situ diminta memasukkan data sampah dan pada saat turun gunung dicek kembali," kata dia.
Pihaknya sudah mengingatkan setiap pendaki untuk membawa turun sampahnya agar tidak mengotori kawasan taman nasional. Hal itu juga bertujuan agar pendaki tidak masuk dalam daftar hitam karena tidak ada sampah yang dibawa turun dari gunung.
"Kami lebih mengutamakan gunung tetap bersih, dari pada banyak orang naik, tapi gunung menjadi kotor karena sampah," kata Dedy.
BTNGR membuka kembali pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok, sejak 16 Maret 2022 dengan kuota kunjungan maksimal 50 persen dari kuota kunjungan normal. Lama kunjungan wisata pendakian tiga hari dua malam sesuai arahan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.