Jumat 01 Apr 2022 07:27 WIB

RUU TPKS Bakal Atur Pemeriksaan Korban Lewat Perekaman Elektronik

DPR dan pemerintah sepakat korban atau saksi diperiksa secara elektronik di RUU TPKS.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri). DPR dan pemerintah sepakat korban atau saksi diperiksa secara elektronik di RUU TPKS.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri). DPR dan pemerintah sepakat korban atau saksi diperiksa secara elektronik di RUU TPKS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan pemerintah menyepakati pasal terkait pemeriksaan korban atau saksi secara elektronik dalam rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, pasal tersebut dimaksudkan karena melihat banyaknya korban atau saksi yang tak ingin bertemu dengan pelaku selama proses penyidikan.

Baca Juga

"Bahwa sangat mungkin terjadi bahwa saksi maupun korban itu kan tidak mau bertemu langsung dengan pelaku, sehingga itu boleh dilakukan pemeriksaan secara elektronik," ujar Eddy dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kamis (31/3/2022).

Pemeriksaan korban dan saksi secara elektronik termaktub dalam Pasal 29. Dalam Pasal 29 Ayat 1 dijelaskan, penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi dan/atau korban melalui perekaman elektronik dengan dihadiri penuntut umum, baik secara langsung maupun melalui sarana elektronik dari jarak jauh.

Berdasarkan penjelasannya, perekaman elektronik dilakukan dengan perekam audio atau audio visual dan dilakukan atas penetapan ketua pengadilan negeri.

Dalam Pasal 29 Ayat 3 dijelaskan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lambat tiga hari terhitung sejak menerima permohonan penetapan dari penyidik.

Selanjutnya, Pasal 29 Ayat 4 berbunyi, "Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Ketua Pengadilan Negeri tidak mengeluarkan penetapan, penyidik berdasarkan kewenangannya dapat melakukan pemeriksaan saksi dan/atau korban melalui perekaman elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)."

Kemudian, penetapan diberikan dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan, keselamatan saksi dan/atau korban. Hal ini juga harus didukung oleh surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atau kompeten dan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Eddy menjelaskan, pasal ini secara langsung juga mengesahkan bahwa keterangan elektronik adalah alat bukti yang sah. "Tidak ada lagi perdebatan kekerasan secara elektronik itu sah atau tidak sebagai alat bukti, karena itu kita masukkan sebagai bagaimana proses pemeriksaan itu," ujarnya.

Tambahnya, adanya perekaman elektronik ini juga memungkinkan pemeriksaan saksi dan/atau korban yang bertempat tinggal di luar negeri. Hal ini diatur dalam Pasal 29 Ayat 7.

"Perekaman elektronik dilakukan dengan didampingi pejabat perwakilan Republik Indonesia di luar negeri," ujar Eddy.

Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS yang juga Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, pihaknya akan intensif membahas RUU ini. Targetnya, pembahasan payung hukum bagi korban kekerasan seksual ini diselesaikan pada 5 April mendatang.

"Tanggal 5 kan sudah masuk Ramadhan kan, kita berharap, kan masa sidang ini pendek ya, sebelum masa sidang penutupan sudah selesailah. Sudah diambil keputusan baik di Baleg dan di paripurna," ujar Willy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement