Menakar Kesiapan Menyambut Ramadhan
Oleh Bahrus Surur-Iyunk
Salah satu hal yang patut diwaspadai oleh seorang muslim, menurut Imam Abu Bakr Az-Zur’i adalah at-tahawun bil-amri idza hadlara waqtuhu. Yaitu, saat kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya atau menganggap ringan atau mengentengkan suatu perintah atau perkara ketika perintah telah datang. Ketidaksiapan dan mengentengkan tersebut merupakan salah satu bentuk meremehkan suatu perintah. Akibatnya ada dua, yaitu akan muncul kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak ini merupakan bentuk hukuman atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata.
Dulu, sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلا
“Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR. Muslim 1156)
Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Generasi emas Islam di masa lampau memiliki perhatian yang luar biasa besar dengan Ramadhan. Mereka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan, sebagaimana di ungkap dalam kitab Lathaiful Ma’arif, ,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat dan para tabiin) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.”
Apa yang dilakukan oleh para salafush-shalih ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan, permohonan dan bentuk kepasarahan dan harapan mereka kepada Allah. Tentu saja, mereka tidak hanya berdo’a, melainkan juga melakukan persiapan menyambut Ramadhan dengan berbagai amal ibadah. Abu Bakr al-Warraq al-Balkhi mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”
Sebagian ulama yang lain mengatakan,
السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun. Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan. Dan Ramadhan adalah bulan memanen. Pemanennya adalah kaum mukminin. Oleh karena itu, mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini. Sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.”
Bertobat menjadi titik nadir menuju titik balik seorang mukmin untuk menjalankan hidup penuh kebaikan. Bertaubatnya seorang manusia seringkali tidak cukup dilakukan sekali atau dua kali. Terlebih lagi manusia sering alpa, berbuat salah dan dosa. Hal itu perlu dilakukan secara terus menerus sambil mengiringinya dengan memperbanyak istighfar. Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.”
Taubat menunjukkan tanda totalitas seseorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan. Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Dalam QS. An-Nur Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya, “Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nuur: 31).
Hingga di sini, seorang seorang muslim sudah semestinya untuk menengok ke dalam diri sendiri, sampai di mana kita telah mempersiapkan Ramadhan. Jangan sampai terjebak pada kesiapan kebutuhan jasmani, terutama manakan, jajanan dan pakaian lebaran. Sementara, kesiapan ruhaniah kita nol. Padahal, di sinilah inti dari diperintahkannya Ramadhan. Ramadhan adalah madrasah ruhaniah, tempat dilakukannya riyadhah ruhaniah (pelatihan spritiual). Wallahu a’lamu.
Bahrus Surur-Iyunk, Penulis Buku Indahnya Bersabar Penyejuk di Kala Gundah (Guepedia, 2021)