REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Mengecualikan Rusia dari Kelompok 20 (G20) ekonomi utama dan lembaga internasional lainnya dapat memperlambat upaya untuk mengatasi krisis pangan global yang memburuk diperburuk oleh perang di Ukraina. Demikian kata kepala kelompok bantuan Jerman Welthungerhilfe (WHH) kepada Reuters.
Mathias Mogge, kepala eksekutif grup yang melayani 14,3 juta orang dengan proyek di 35 negara, mengatakan sangat penting untuk menjaga komunikasi dengan Rusia, salah satu produsen gandum terbesar di dunia, dalam mengatasi krisis. "Tentu saja, Rusia adalah agresor di sini dan perlu ada sanksi dan segalanya. Namun dalam situasi kemanusiaan seperti yang kita alami saat ini, harus ada jalur komunikasi yang terbuka," jelasnya dalam sebuah wawancara minggu ini.
Komentar Mogge muncul beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan Rusia harus dikeluarkan dari G20. Meskipun para ahli mengatakan itu tidak mungkin terjadi mengingat keinginan Biden tidak didukung India, China, dan beberapa anggota G20 lainnya.
Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari mendorong harga-harga pangan naik tajam di seluruh dunia. Invasi juga memicu kekurangan tanaman pokok di beberapa bagian Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika utara, menurut pejabat PBB. Perang, yang disebut Rusia sebagai "operasi militer khusus", telah memangkas pengiriman dari kedua negara, yang bersama-sama menyumbang 25 persen ekspor gandum dunia dan 16 persen ekspor jagung, mendorong harga naik tajam di pasar internasional.
Mogge mengharapkan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) untuk mengatasi masalah ini selama pertemuan mereka yang akan datang. Rusia masih menjadi bagian dari Kelompok Delapan (G8) selama krisis pangan terakhir tahun 2007 dan 2008. Menurut Mogge, Rusia memainkan peran konstruktif dalam mengurangi kelaparan di seluruh dunia.