Potensi Kriminal Tinggi, Kejari Kabupaten Semarang Inisiasi Rumah Restorative Justice
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Peresmian Rumah Restorative Justice (ilustrasi) | Foto: Dok. Diskominfo Kota Batu
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Tingginya potensi kerawanan kriminal umum di wilayah Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang menginisiasi Kejaksaan Negeri (Kenari) Kabupaten Semarang untuk mendirikan rumah restorative justice atau keadilan restoratif.
Keberadaan rumah keadilan restoratif di Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang ini memungkinkan upaya penyelesaian beberapa perkara pelanggaran hukum (pidana umum ringan) dapat dilakukan tanpa harus sampai ke pengadilan.
"Sebab, tidak semua kasus pidana umum harus diselesaikan melalui jalur hukum di tingkat pengadilan," ungkap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Husin Fahmi SH MH, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (31/3) malam.
Di Kabupaten Semarang, jelas Fahmi, rumah keadilan restoratif telah diluncurkan di Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Rabu (30/1) kemarin. Desa Duren dipilih dengan pertimbangan wilayah Kecamatan Bandungan memiliki tingkat kerawanan pelanggaran hukum yang tinggi
Kejari Kabupaten Semarang diberikan mandat di suatu daerah untuk membantu pemerintah daerah dalam menangani perkara hukum di wilayah tertentu yang memiliki potensi terhadap kerawanan pelanggaran hukum yang tinggi.
Di Kecamatan Bandungan terdapat keberagaman dan dinamika sosial yang beragam, Sehingga tidak menutup kemungkinan muncul gesekan antar masyarakat yang berujung pada terjadinya konflik sosial serta pelanggaran hukum.
Selain itu, potensi tingkat kriminalnya juga lebih tinggi, jika dibandingkan dengan wilayah polsek lain. Kejaksaan selaku penegak hukum mencoba melakukan sesuatu kembali ke jati diri bangsa, musyawarah dan kearifan lokal yang ada.
"Maka guna menyelesaikan masalah hukum tanpa harus sampai ke pengadilan, Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang membuka rumah keadilan estoratif di tingkat desa yang pertama di Kabupaten Semarang," katanya.
Kajari juga menekankan bahwa tidak semua kasus hukum bisa ditempuh melalui restorative justice, karena dibutuhkan kesepakatan antara korban dan pelaku. Selain itu ada sejumlah syarat yang dipenuhi untuk bisa dilakukan restorative justice.
"Syaratnya antara lain terdakwa baru satu kali, kalau berulang kali tidak bisa. Kemudian motifnya apa. Sekarang masyarakat gampang emosi jadi kita akan coba musyawarahkan, dan libatkan tokoh masyarakat tokoh adat," tegasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa ( Dispermades ), Edy Sukarno, mengapresiasi dan menyambut baik inisiatif Kejari Kabupaten Semarang yang telah mendirikan rumah restorative justice di Desa Duren.
Menurutnya Ini akan menjadi rumah penyelesaian perkara pidana ringan yang merugikan umum dan ini menjadi bagian dari upaya mengembalikan kearifan lokal. "Jaman dahulu balai desa digunakan untuk menyelaesaikan berbagai perkara perdata dan pidana ringan," harap Edy.
Edy juga mengamini, saat ini masyarakat cenderung gampang emosi, dan hal hal kecil bisa menjadi masalah hukum. Padahal jati diri masyarakat adalah gotong-royong musyawarah mufakat.
Apa yang diprogramkan hari ini sangat relevan dengan program Pemkab Semarang yang sedang memprogramkan Desa Smart yang bisa mengelola kemajuan teknologi informasi secara mandiri.
"Nantinya kita dorong semua pengelolaan keuangan desa secara non tunai, kita dorong transparansi penggunaan keuangan desa secara digital. Itu salah satu spirit Desa Smart," katanya.