REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju inflasi pada Maret 2022 mengalami lonjakan hingga 0,66 persen dan tertinggi sejak Mei 2019. Memasuki April, laju inflasi diyakini akan terus mengalami kenaikan seiring kenaikan harga-harga dari pangan, energi, hingga tarif pajak.
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky, mengatakan, kenaikan inflasi pada April bisa berpotensi mendekati atau bahkan menyentuh angka 1 persen. "Masih ada kemungkinan bisa menyentuh angka 1 persen walaupun nanti masih akan berkembang data-datanya karena banyak ketidakpastian," kata Riefky kepada Republika.co.id, Jumat (1/4/2022).
Ia menjelaskan, ketidakpasitan terutama dari fluktuasi harga minyak dunia yang juga berdampak pada Indonesia. Seperti diketahui, mulai 1 April 2022, pemerintah telah resmi menaikkan harga BBM Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter berdasarkan wilayah.
Selain itu, harga minyak sawit dunia ikut naik yang berdampak pada harga komoditas pangan, khususnya minyak goreng. Kenaikan BBM dan minyak goreng, murni disebabkan oleh faktor eksternal.
Pada saat bersamaan, faktor domestik, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen akan meningkatkan harga-harga dan berdampak pada lonjakan inflasi. Momen kenaikan ini pun bertepatan dengan masuknya bulan Ramadhan di mana harga-harga pun akan melonjak akibat kenaikan permintaan.
"Paling tidak di bulan April dan Mei masih ada dampak tekanan yang tinggi, setelah itu baru ada normalisasi jika harga kenaikan harga pangan berkurang," katanya.
Menurut Riekfy, kenaikan harga-harga yang diikuti dengan lonjakan inflasi dipastikan mengikis daya beli masyarakat. Namun di sisi lain, aktivitas masyarakat mulai meningkat yang semestinya diikuti dengan peningkatan pendapatan. "Memang ada dua faktor yang saling bertentangan. Kenaikan harga energi dan pangan menurunkan daya beli, tapi di sisi lain ekonomi mulai ke level normal yang meningkatkan daya beli. Siapa yang mendominasi kita belum bisa lihat," kata Riefky.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan, inflasi April kemungkinan bisa menyentuh 0,9 persen.
Rusli menilai, kenaikan harga BBM Pertamax memang tak bisa ditahan. Pasalnya, harga minyak dunia sudah melebihi 100 dolar AS per barel, dari rata-rata sebelum ada kenaikan harga global di kisaran 60 dolar AS per barel.
Pemerintah pun dalam APBN 2022 memproyeksi harga minyak mentah sebesar 63 dolar AS per barel. "APBN kita tidak kuat untuk mensubsidi BBM Pertamax kalau dipaksakan bisa jebol," ujar dia.
Menurutnya, pemerintah dapat meredam gejolak inflasi jika kebijakan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter bisa diterapkan secara total. "Kalau tidak bisa, ya (inflasi) meledak dan menambah beban masyarakat," ujarnya.
Langkah lain, dengan menunda kenaikan PPN 11 persen. Rusli mengatakan, kebijakan itu memang sudah sejak lama direncanakan. Namun, mengingat harga-harga kebutuhan pokok yang sedang mengalami kenaikan penundaan bisa menjadi opsi untuk meringankan beban pengeluaran.
Rusli menambahkan, potensi pendapatan dari kenaikan PPN pun sebetulnya dapat dikompensasi dari kenaikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor komoditas-komoditas mentah yang kini sedang mengalami kenaikan harga. "Seperti harga nikel, batubara, sawit, itu kan bisa menambah penerimaan negara sehingga PPN bisa ditunda dulu karena ada sumber lain," katanya.